Laju bisnis angkringan masih saja nongkrong



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Siapa sangka kiprah angkringan yang awalnya ada di Yogyakarta dan Solo sudah ekspansi ke kota lain seperti Jakarta dan sekitarnya. Hingga kini, masih ada sejumlah kedai angkringan khas Jawa beroperasi di beberapa tempat di ibukota hingga pinggiran Jakarta.

Malah ada juga kedai angkringan yang sudah dimodifikasi. Semisal, menyerupai gerai kedai kopi yang saat ini sedang ngetren. Meski di gerai angkringan modern tersebut, masih tersaji menu-menu tradisional khas angkringan, salah satunya adalah wedang jahe dan nasi kucing.

Langkah kreasi warung makan tersebut memang harus dilakukan. Ini sebagai upaya untuk bisa tetap eksis di tengah persaingan yang semakin sengit di bisnis kuliner. Apalagi makin banyak kedai atau gerai makanan yang punya fasilitas tempat nongkrong laiknya angkringan.


Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perkembangan bisnis angkringan, terutama yang menawarkan kemitraan usaha, berikut tersaji review tiga pebisnis angkringan yang sudah menawarkan kemitraan usaha kepada masyarakat.

- Angkringan Ki Asem

Angkringan besutan Sartono Suwarno ini telah ada sejak 2007. Meski sudah ada sejak 12 tahun lalu, gerai Ki Asem tidak banyak menunjukkan kenaikan secara drastis.

Jumlah gerai pada tahun ini tidak mengalami pertambahan sejak diulas KONTAN tahun lalu. "Mitra Angkringan Ki Asem untuk tahun ini belum ada penambahan, masih sama seperti tahun lalu yaitu lima. Sebenarnya ada beberapa yang tertarik, tapi saya menunda permintaan tersebut," ucap Sartono pada KONTAN.

Salah satu alasan yang membuat Sartono menolak melanjutkan ekspansi bisnis tersebut adalah karena masih ingin terus fokus mengembangkan bisnis angkringan yang sudah ada. Memang, dari sisi menu, jumlah menu yang tersaji di Ki Asem tidak mengalami perubahan. Tapi ada perkembangan, yaitu adanya fasilitas fasilitas wifi grafis bagi para konsumen.

Adapun Ki Asem menawarkan masih paket kemitraan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Yakni satu paket kemitraan senilai Rp 30 juta. Dengan nilai investasi itu, mitra mendapatkan peralatan, penggunaan brand, survei lokasi, training, konsultasi dan pendampingan tiga bulan.

Selama menjalani bisnis tersebut, ada satu kondisi yang membuat dirinya masih menahan untuk ekspansi. Yakni kendala daya beli masyarakat yang masih lesu.

Ini terlihat dari hasil rata-rata penjualan di gerai Ki Asem yang tidak banyak perubahan. "Dari segi penjualan produk tidak ada kenaikan yang berarti, gara-gara daya beli masyarakat belakangan sedang turun," tuturnya.

Namun, Angkringan Ki Asem tidak menyerah begitu saja. Untuk menyiasatinya, gerai angkringan ini akan membuat menu baru untuk menarik minat pembeli. Untuk sementara, Sartono belum mau menjelaskan lebih lanjut soal menu baru yang tengah disiapkan.

Yang jelas, langkah inovatif tersebut adalah hal yang utama dilakukannya saat ini. Ketimbang harus memikirkan menambah gerai kemitraan. "Saya lebih fokus mengembangkan bisnis dan membuat pembeli semakin ramai," tambahnya.

- Mung Dhe

Ini adalah usaha milik Papank Agoesta asal Nganjuk, Jawa Timur. Berdiri sejak 2013, Angkringan Mung Dhe menawarkan kemitraan pada tahun 2015.

Saat KONTAN ulas satu tahun yang lalu, Angkringan Mung Dhe memiliki dua gerai mitra dan satu gerai pribadi. Hingga saat ini tidak ada pertambahan mitra yang bergabung. Adapun dua gerai mitra tersebut berlokasi di Mojosari dan Kertosono. Sedangkan satu gerai pribadinya berlokasi di Nganjuk, Jawa Timur.

Berbeda dengan Ki Asem, Angkringan Mung Dhe justru menargetkan bisa menambah kemitraan. "Kami targetkan tahun ini ada lima mitra yang bergabung, harapnya.

Gerai Angkringan Mung Dhe sendiri sudah mulai banyak di temukan di Jakarta, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya. Menu makanan dan minuman tradisional yang disediakan adalah nasi kucing, telur puyuh, wedang uwuh imogiri, beras kencur, gula asam, dan lainnya. Dengan harga antara Rp 500 sampai Rp 4.500 per menu.

Kalau ada yang tertarik, paket investasi yang ditawarkan sudah naik. Dari sebelumnya sebesar Rp 20 juta menjadi Rp 25 juta. Dengan paket tersebut, mitra akan mendapat fasilitas seperti gerobak, mesin kasir, rak gelas dan piring, anglo, satu set cangkir kopi, gelas bambu, gelas tanah liat, satu set poci, dan lainnya.

Menurut Papank, kendala bisnis terbesar dari usaha angkringan ini justru berasal dari mitra bisnis sendiri. Banyak calon mitra yang merasa takut untuk gagal jika bergabung dengan bisnis Mu Dhe. "Banyak yang belum percaya diri mengeksplorasi menu tradisional di daerah masing-masing," tuturnya.

- Sarwo Eco

Pelaku usaha kemitraan angkringan lainnya adalah Joko Susilo. Ia membesut Angkringan Sarwo Eco sejak 2008 dan menawarkan kemitraan sejak awal 2012. Hingga saat ini, bisnis kemitraan angkringan Joko tidak berkembang secara signifikan. Bahkan belum ada mitra yang menjalin kerjasama.

Melihat perkembangan bisnisnya yang stagnan, Joko memutuskan untuk tidak lagi menawarkan kemitraan sejak 2016. Saat ini, gerai Angkringan Sarwo Eco yang masih beroperasi ada empat gerai milik pribadi di sekitar Depok dan Cibinong, Jawa Barat.

"Sekarang saya fokus membuat pelatihan bagi yang mau membuka usaha angkringan. Sistemnya bukan kemitraan lagi tapi individual saja. Jadi, siapa saja yang tertarik buka usaha angkringan, bisa saya bantu prosesnya dan melatih karyawannya," jelas Joko.

Selama menjalankan bisnis angkringan kerap terkendala dalam memasok aneka makanan dan lauk pauk. Untuk memasok gerai sendiri saja, Joko sering kewalahan karena karyawan bagian produksi masih terbatas.

Hal itu juga yang membuat dirinya tidak lagi menawarkan kemitraan. "Karyawan banyak yang keluar - masuk dan saya takut tidak bisa mengirim pasokan makanan secara rutin. Dengan sistem pelatihan individu bisa lebih efisien karena saya tidak ada kewajiban memasok makanan dan jajanan," ungkapnya.

Sebelumnya, Angkringan Sarwo Eco menawarkan paket kemitraan dengan investasi mulai dari Rp 16 juta sampai Rp 25 juta. Fasilitas yang didapatkan mitra adalah seluruh keperluan berjualan.

Berdasarkan perhitungannya, dalam waktu sembilan bulan mitra sudah bisa balik modal asalkan mempunyai lokasi strategis. Porsi keuntungan bersih yang dapat dikantongi mitra adalah sekitar 30%–40% dari total omzet per bulan.

Untuk harga dan menu tidak terjadi perubahan yakni mulai Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per porsi. Tersedia sekitar 20 menu yang disajikan Angkringan Sarwo Eco

Joko menilai sebenarnya potensi usaha angkringan masih besar dan dapat berkembang hingga beberapa tahun ke depan. Alasannya, banyak orang yang ingin bernostalgia dengan suasana dengan menikmati makanan kampung saat sedang hidup di luar kota. Ditambah lagi harga jual produk yang terjangkau.

Berkaca dari pengalamannya, ia menilai bisnis angkringan ini lebih pas dijalani secara mandiri dan bukan kemitraan. Dan tahun ini ia akan tambah dua gerai lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon