Laju ekonomi Indonesia masih akan melambat



JAKARTA. Laju ekonomi Indonesia masih akan berjalan lambat pada tahun depan. Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) yang masih mempertahankan kebijakan moneter ketat akan menjadi batu sandungan bagi Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla yang akan memacu perekonomian tumbuh hingga 7%.

Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis kemarin (11/12),  memutuskan: BI menjaga BI rate di level 7,75%. BI beralasan, perekonomian Indonesia masih membutuhkan suku bunga tinggi demi meminimalisir sejumlah efek negatif. 

Selain untuk pengendalian inflasi, BI menjaga suku bunga tinggi untuk mengantisipasi perbaikan perekonomian Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam yang saat ini menjadi motor pemulihan ekonomi global terus menunjukkan perbaikan dan berada dalam siklus yang meningkat. Maka dari itu, BI menilai kemungkinan suku bunga di Bank Sentral Federal Reserve  naik mulai triwulan II 2015.


Kenaikan tersebut akan mendorong penguatan dollar AS terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk Indonesia. Kecenderungan inilah yang menyebabkan mata uang rupiah mengalami pelemahan signifikan selama beberapa hari terakhir.

BI mencatat, selama November 2014, secara rata-rata, rupiah melemah sebesar 0,21% ke level Rp 12.167 per dolar AS dan secara year to date pelemahan rupiah tercatat 1,13%. Pelemahan rupiah termasuk pelemahan yang paling rendah dibanding negara lain. "Misalnya mata uang Jepang yen yang depresiasinya di atas 15%," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacobs, kemarin.

Alasan lain, BI masih membutuhkan suku bunga tinggi untuk menarik minat investor masuk. Apalagi di saat seperti ini ketika isu kenaikan suku bunga AS terus mengemuka, investor asing dikhawatirkan kabur dari Indonesia. 

Tidak heran, secara akumulatif dari awal tahun hingga November 2014, aliran masuk portofolio asing mencapai US$ 17,75 miliar. Aliran modal masuk masih dibutuhkan BI untuk membantu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) agar tetap surplus.  

Ada harapan

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, kebijakan moneter ketat ini belum seberapa dibandingkan pada tahun depan. Pada 2015, kebijakan moneter semakin ketat. 

Bila sudah ada sinyal pasti tentang kenaikan Fed Fund Rate, Lana memperkirakan BI rate berpotensi untuk naik maksimum 0,5%. "Belum ada peluang BI rate diturunkan tahun depan," terang Lana.

Maka dari itu, agar ekonomi tidak anjlok tahun depan, pemerintah yang harus turun tangan. Realokasi anggaran subsidi harus dilakukan dan dialihkan untuk proyek infrastruktur. Infrastruktur menjadi tulang punggung peningkatan ekonomi tahun depan yang menurut Lana akan berada pada kisaran 5,3%-5,6%.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga menilai, kebijakan moneter oleh BI memang masih ketat hingga tahun depan. Namun menurut David, meskipun suku bunga Amerika akan naik, BI masih bisa mempertahankan suku bunga pada level 7,75%. 

Soalnya, reformasi struktural alias pengurangan subsidi BBM, telah dijalankan oleh pemerintah. "Kalau fundamental ekonomi baik, mengapa BI rate harus dinaikkan  lagi," kata David.  Meski begitu, David mengingatkan, nilai tukar rupiah akan semakin tertekan pada tahun depan. Perbaikan ekonomi AS menyebabkan permintaan dollar AS meningkat. Hingga akhir tahun ini rupiah ada di level Rp 12.300 dan tahun depan Rp 12.000. 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, bilang, ekonomi Indonesia bisa melaju lebih baik pada tahun depan, jika pemerintah berhasil memanfaatkan sejumlah peluang. Pelemahan rupiah dan perbaikan ekonomi AS, bisa dioptimalkan menggenjot kinerja ekspor, terutama dari produk manufaktur. Jika potensi ini bisa tergali, pertumbuhan ekonomi 2015 bisa mencapai 5,3%-5,6%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto