KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas tak banyak bergerak sepekan terakhir. Jumat (1/2) lalu, harga emas pengiriman Februari 2018 di Commodity Exchange cuma naik sekitar 0,44% menjadi US$ 1.282,30 per ons troi. Bila dihitung sepekan terakhir, harganya turun 0,73%. Padahal, pekan lalu Korea Utara kembali mengujicoba nuklirnya. Hawaii bahkan kembali mengaktifkan alarm zaman perang dingin untuk mengantisipasi serangan nuklir Korea Utara. Agus Chandra, analis Monex Investindo Futures, menilai, ulah Korea Utara tersebut sejatinya berdampak ke harga emas. Namun pengaruhnya terbatas. "Pelaku pasar masih menunggu apakah ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat akan meningkat," jelas Agus, akhir pekan lalu.
Selain itu, pelaku pasar lebih fokus mengamati potensi kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS). Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, kenaikan suku bunga dan reformasi pajak di AS menjadi sentimen utama yang berpotensi membuat harga emas terkoreksi. Apalagi Gubernur The Fed Janet Yellen dalam pidatonya Rabu (29/11) mengatakan, walau inflasi AS terlihat lambat, namun kenaikan suku bunga bertahap tahun depan tetap memungkinkan. Akhir tahun ini, The Fed akan mengelar pertemuan terakhir pada 12-13 Desember. Ekspektasi pelaku pasar, kenaikan suku bunga diumumkan pada rapat tersebut. "Korelasinya, kalau kenaikan suku bunga berhasil, maka RUU Pajak bisa tembus, dollar bakal naik dan harga emas jadi terlalu mahal, sehingga investor lepas emas karena profit taking," jelas Deddy, Minggu (3/12). Pelaku pasar juga optimistis beleid pajak baru di AS bakal terwujud. Ini terlihat dari kenaikan indeks saham di negeri Patung Liberty ini. Deddy memprediksi harga emas akhir tahun ini bakal bergerak di rentang US$ 1.260–US$ 1.300 per ons troi. Cadangan devisa Tapi masih ada sentimen positif buat emas. Kebijakan pelonggaran stimulus yang dilakukan berbagai bank sentral menunjukkan perekonomian global masih belum stabil. Analis melihat bank sentral dunia berpotensi mulai mengoleksi emas demi menstabilkan cadangan devisanya. "Tahun depan, kemungkinan besar bank sentral AS, Eropa, Inggris dan Jepang akan lebih banyak mengoleksi dan menimbun persediaan emas," jelas Deddy. The Central Bank of Russia (CBR) sudah memulai hal tersebut. Bank sentral Rusia ini melaporkan akan menambah porsi emas dalam cadangannya. Mengutip pemberitaan RT, Sabtu (2/11), per November, Rusia memiliki 1.801 ton emas, atau sekitar 17,3% total cadangan devisa dan menjadi yang terbesar keenam. Sejak presiden Rusia Vladimir Putin terpilih di 2000, persediaan emas Rusia sudah naik 500%. Di urutan teratas pemilik cadangan emas terbesar adalah AS, Jerman, Italia, Prancis dan China. Deddy mencatat, per Agustus 2017, AS memiliki cadangan emas 8.133 ton atau setara dengan 74,5% dari cadangan devisanya. Sedangkan Jerman memiliki 3.374 ton atau 69% cadangan devisanya.
Persediaan emas Rusia hampir mendekati cadangan emas China. Bila pembelian terus terjadi dalam rentang 2-3 bulan, maka Rusia segera menyalip China. Hal ini bisa mengerek harga emas ke US$ 1.400 per ons troi. "Apalagi di awal 2018, jelang tahun baru China, pelaku pasar di China akan memburu emas," ujar Deddy. Secara teknikal,
moving average (MA) 50 dan MA 100 bergerak positif. Namun MA 200 di rentang garis bawah.
Stochastic dan
relative strength index (RSI) melemah. Tapi
moving average convergence divergence (MACD) menguat. Deddy memperkirakan, harga emas hari ini akan konsolidasi dan bergerak di rentang US$ 1.290–US$ 1,268 per ons troi. Prediksi Agus, harga emas akan bergulir di kisaran US$ 1.260–US$ 1.290 dan berpotensi menguji support harga bawah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati