Laju harga batubara belum terbendung



JAKARTA. Tren kenaikan harga batubara belum berakhir. Namun, para analis belum yakin tren bullish akan terjaga. Mengutip Bloomberg, Senin (1/8) kontrak harga batubara pengiriman September 2016 kembali mencatatkan rekor tertinggi sejak November 2014 dengan US$ 68,20 per metrik ton. Dalam sepekan harganya melesat 4,84%.

Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, mengatakan, terjadi peningkatan transaksi perdagangan batubara. Volume kontrak transaksi di CME Group Exchange sepanjang Juni 2016 naik 147,7% menjadi 3.926 kontrak dibandingkan bulan sebelumnya.

Laporan terbaru dari Energy Information Administration (EIA) mengungkapkan, ekspor batubara Australia bisa naik sekitar 37% hingga tahun 2040. "Sekarang produsen kembali memiliki harapan," jelasnya.


Salah satu tujuan ekspor batubara Australia adalah Asia Tenggara. EIA menduga, pembangkit listrik berbahan batubara di Asia Tenggara akan naik 50% di tahun 2040. Artinya membutuhkan pasokan besar untuk mengimbangi tingginya permintaan dari pembangkit tersebut.

"Jadi memang saat ini harga batubara sedang recovery," tambah Wahyu.

Namun ke depan hal tersebut bisa memicu produsen menggenjot produksi. Akibatnya pasokan kembali membengkak dan membuat harga batubara kembali tersungkur.

Pada Rabu (3/8), Wahyu menebak, batubara masih berpeluang mempertahankan kenaikan. Pendorongnya, angka penjualan batubara India Juli 2016 yang naik menjadi 41,47 miliar ton. "Di jangka pendek tren menguat akan terjaga dan mengejar level US$ 70 per metrik ton," tebak Wahyu.

Hanya memang perlu mewaspadai koreksi teknikal akibat kenaikan yang terlampau tajam.

Rawan koreksi

Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, pemangkasan produksi di China membantu melesatnya harga. Pasar melihat potensi kekeringan pasokan, jika keadaan ini terus terjadi. Namun, Perret Associates menduga penggunaan batubara di China untuk pembangkit listrik turun 3,5% sepanjang tahun ini.

Sementara International Energy Agency (IEA) menebak, kebijakan Eropa terkait penggunaan energi terbarukan mengikis permintaan batubara Benua Biru itu hingga 14% sampai 2020. Efeknya Thomas Pugh, Analis di Capital Economics meramal, harga batubara tahun 2017 kembali ke US$ 50 per metrik ton.

"Kalau saya optimistis bisa ke US$ 70 per metrik ton kalau permintaan dan produksi masih seperti sekarang," tebak Deddy.

Untuk teknikal harian, harga bergerak di atas moving average (MA) 50, 100 dan 200. Garis moving average convergence divergence (MACD) di area positif berpola uptrend. Hanya saja relative strength index (RSI) level 78 dan stochastic level 99 keduanya berada di area overbought memicu potensi koreksi.

"Harga Rabu (3/8) di US$ 68 - US$ 69 per metrik ton," tebak Deddy. Sementara Wahyu memprediksi, sepekan diUS$ 66 - US$ 70 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie