JAKARTA. Laju harga batubara tersandung penguatan dollar Amerika Serikat (AS). Sialnya lagi, stok batubara di pasar global masih melimpah. Mengutip Bloomberg, Senin (2/1) pukul 16.00 WIB, kontrak batubara bulan Februari 2015 di ICE Futures Europe turun 3,44% menjadi US$ 60,93 per metrik ton (MT). Padahal, Jumat lalu, komoditas ini bertengger di US$ 63,1 per MT. Analis PT Pefindo Guntur Tri Hariyanto menjelaskan, harga batubara sempat naik akhir pekan lalu. Pemicunya, pemangkasan produksi batubara di 13 wilayah pertambangan milik Glencore Plc di Australia. Glencore juga akan memotong jumlah produksi sebanyak 50% di tambang Afrika Selatan. Produsen batubara berbasis di Swiss, Baar juga mengurangi produksi sebanyak 4 juta ton. "Sehingga ini memberi sedikit kelegaan bagi pasar. Tapi kenaikan tidak bertahan lama," ujar Guntur.
Tekanan di pasar batubara belum pudar karena proyeksi stok di pasar masih berlimpah setelah permintaan kian lesu. Lihat saja, permintaan dari Tiongkok yang turun 3,5% pada tahun lalu. Penurunan itu lantaran Pemerintah China mulai beralih menggunakan energi ramah lingkungan. Laporan Deutsche Bank pada bulan Desember 2014 memuat prediksi, permintaan batubara China tahun ini turun 9% menjadi 195 juta ton. Permintaan dari Eropa juga diprediksi menyusut 1% menjadi 211 juta ton. Suplai masih tinggi Guntur memprediksi, pekan ini harga batubara masih tertekan. Isu membanjirnya suplai masih menjadi sentimen negatif bagi harga batubara. Penguatan dolar AS memicu eksportir batubara menggenjot produksi dan volume ekspor. Strategi ini untuk mengimbangi kerugian akibat penurunan harga. Deutsche Bank AG memperkirakan, tahun ini, kelebihan pasokan batubara mencapai 30 juta ton. Lebih tinggi dibanding kelebihan stok tahun lalu sebesar 9 juta ton.