Laju harga timah diramal terbentur data ekonomi



JAKARTA. Harga timah bergerak naik dengan dukungan reformasi tambang China. Tetapi dalam jangka pendek, kenaikan harga terbentur sejumlah rilis data ekonomi di berbagai negara.

Mengutip Bloomberg, Senin (20/2), harga timah kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,88% ke level US$ 19.900 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Tetapi, dalam sepekan terakhir, harga timah terkikis 0,47%.

Ibrahim, Direktur Utama PT Garuda Berjangka mengatakan, pemangkasan produksi timah yang terus berlangsung di China menjaga tren penguatan harga. Maklum, China merupakan produsen sekaligus pengguna timah terbesar di dunia. Pemangkasan produksi dilakukan sebagai upaya reformasi tambang. "Dengan berkurangnya produksi dalam negeri, China kemungkinan akan meningkatkan angka impor timah," ujarnya.


Di samping itu, harga timah turut terangkat oleh kenaikan harga minyak mentah dunia lantaran produsen OPEC mematuhi kesepakatan pembatasan produksi.

Reformasi tambang China, menurut Ibrahim, akan mendorong harga timah terus menanjak. Apalagi, tingkat permintaan diharapkan terus membaik seiring dengan perbaikan ekonomi di negeri Tembok Raksasa. Seperti terlihat dari angka inflasi bulan Januari yang naik ke level 2,5% dari sebelumnya 2,1%. Inflasi produksi juga meningkat ke level 6,9% dari sebelumnya 5,5%.

Ibrahim optimistis, hingga akhir kuartal pertama tahun ini, timah akan menyentuh level US$ 20.600 per metrik ton.

Tetapi dalam jangka pendek, laju timah akan menemui rintangan dari rilis sejumlah data ekonomi di berbagai negara. Seperti data yang akan dirilis pada pekan ini, yakni manufaktur Eropa, pertumbuhan ekonomi Inggris, serta data manufaktur dan klaim pengangguran Amerika Serikat (AS).

Data manufaktur Eropa bulan Februari memang menunjukkan kenaikan ke level 55,5 dari sebelumnya 55,2. Tetapi situasi politik di Eropa masih mengkhawatirkan sehingga sulit mendukung laju komoditas.

Lalu pertumbuhan ekonomi Inggris kuartal IV-2016 diprediksi masih stagnan di level 0,6%. Sementara data manufajtur AS diprediksi turun ke level 54,7 dari sebelumnya 55,6 dan klaim pengangguran diperkirakan naik ke angka 242.000 dari sebelumnya 239.000.

"Data tersebut akan menimbulkan fluktuasi harga dalam jangka pendek," lanjut Ibrahim. Apalagi, beberapa pejabat The Fed mengisyaratkan peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat sehingga mengangkat nilai tukar dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini