Laju inflasi rendah, China harus kucurkan stimulus



BEIJING. Laju inflasi China menurun pada bulan September dan paling rendah dalam lima tahun terakhir. Hal ini menambah kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi global sedang melambat. Pemerintah China diharapkan mengambil langkah berani untuk menopang perekonomian negara tirai bambu tersebut.

Indeks harga konsumen alias consumer price index (CPI) China naik 1,6% pada bulan September dari tahun sebelumnya. Di bulan Agustus lalu, kenaikan indeks harga konsumen di China mencapai 2%. "Pembacaan inflasi yang rendah akan membuka pintu untuk lebih ditargetkan kepada pelonggaran moneter dan fiskal," ujar Dariusz Kowalczyk, ekonom senior di Credit Agricole CIB, Hong Kong seperti dikutip dari Reuters.

Menurut Kowalczyk, para pembuat kebijakan di Beijing harus mulai khawatir bahwa tekanan disinflasi global mulai menyebar ke China. Inflasi juga mulai mereda di bagian lain di Asia seperti India dan Korea Selatan dan menghadapi ancaman deflasi. Para ekonom HSBC sepakat bahwa pembacaan angka inflasi yang rendah mengindikasikan kenaikan risiko deflasi karena permintaan domestik yang lemah.


Dengan inflasi di bawah target tahunan yakni 3,5%, ekonom HSBC mendorong pemerintah China untuk mengucurkan lebih banyak stimulus. Sementara itu, indeks harga produsen turun 1,8% pada September karena harga minyak dan baja yang tergelincir.

Pasar memperkirakan harga produsen akan turun 1,6%. Pada Agustus lalu, angka penurunan harga produsen sebesar 1,2%. "Keuntungan yang lemah di harga non makanan dan memburuknya indeks harga produsen menjadi bukti bahwa ekonomi melemah, yang berarti permintaan lokal turun dan over kapasitas lebih dari yang diharapkan," ujar Li Huiyong, ekonom di Shenyin & Wanguo Securities in Shanghai.

Perusahaan baja terbesar kedua di China, Baoshan Iron and Steel (Baosteel) mengatakan pada pekan lalu akan memangkas harga untuk pengiriman November. Hal ini disebabkan oleh permintaan baja di China merosot. Kemudian, produsen mesin konstruksi, Zoomlin Heavy Industri Science and Technology Ltd menolak pesanan baru karena khawatir pelanggan tidak mampu membayar.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie