KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa tantangan masih perlu dihadapi industri perbankan tanah air. Salah satunya, terkait penurunan daya beli masyarakat terlebih kelas menengah yang bisa berdampak pada laju pertumbuhan kredit konsumsi. Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan faktor daya beli masyarakat terlebih masyarakat kelas menengah ke bawah bisa menjadi tantangan yang perlu diperhatikan. Menurutnya, ada tanda-tanda faktor daya beli masyarakat yang turun sehingga berdampak pada kredit konsumer. Ia melihat pelemahan daya beli masyarakat terlihat di segmen kelas bawah dan menengah yang konsumsinya tergerus inflasi bahan pangan bergejolak yang sudah tembus 9,63% secara tahunan (
year on year/YoY) per April 2024, jauh di atas angka inflasi umum 3%.
Hal tersebut juga tercermin dari data Mandiri Spending Index per Mei 2024 yang menunjukkan kelas menengah angka indeks belanjanya turun ke level 122 dengan indeks tabungan yang juga merosot ke level 94,2 dari posisi Mei 2023 di level kisaran 100.
Baca Juga: Tak Mau Asal Menambah Nasabah, Sejumlah Bank Digital Fokus Mendorong Pengguna Aktif Menurutnya, perbankan perlu memikirkan strategi-strategi khusus untuk menghadapi tantangan yang terakhir ini. Setidaknya, tantangan tersebut tidak berdampak lebih buruk bagi industri perbankan. ”Strategi utama yang perlu dilakukan perbankan adalah benar-benar melihat sektor mana yang memiliki potensi pertumbuhan yang baik sehingga mitigasi risiko juga bisa dilakukan dengan mudah,” ujarnya (14/5). Sejalan dengan itu, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret juga mencatat kredit konsumsi tercatat mengalami pertumbuhan yang paling lambat di antara segmen lainnya yaitu hanya tumbuh 10,22% YoY. Padahal, secara total kredit masih mampu tumbuh 12,4%. Direktur Konsumer CIMB Niaga Noviady Wahyudi mengakui bahwa kredit konsumer saat ini memiliki tantangannya sendiri, baik itu kredit properti maupun kredit kendaraan bermotor. Oleh karenanya, ia melihat perlu ada strategi khusus yang bisa dilakukan. Sebagai informasi, kredit konsumer CIMB Niaga per kuartal I-2024 tercatat tumbuh 6,9% YoY menjadi Rp 72,87 triliun. Jika dibandingkan dengan periode kuartal I-2023, CIMB Niaga masih mampu mencatat pertumbuhan kredit konsumer mencapai 9,4% YoY. Pria yang akrab disapa Dede ini pun mengungkapkan saat ini kredit properti menjadi yang paling tertekan di segmen konsumer ini. Di mana, ada pergeseran kebutuhan nasabah KPR yang dulunya investor, tetapi sekarang kebanyakan nasabah yang memiliki kebutuhan untuk rumah pertama. “Para investor ini susah mendapat penyewa juga kan dan akhirnya nasabah model ini lebih suka berinvestasi yang lebih likuid di
wealth management products,” ujarnya.
Baca Juga: BRIS Tebar Dividen Dua Kali Lebih Besar, Begini Rekomendasi Analis Sementara itu, Bank Syariah Indonesia (BSI) juga tercatat ada perlambatan pertumbuhan di segmen konsumsi. Di mana, per kuartal I-2024, pembiayaan konsumsi di BSI tercatat tumbuh 14,89% menjadi Rp 135 triliun, sementara pada kuartal I-2023, pertumbuhannya bisa mencapai 24% YoY. Meski demikian, Direktur Penjualan dan Distribusi BSI Anton Sukarna melihat sejatinya permintaan atau daya beli masyarakat masih berpotensi bisa mendongkrak pertumbuhan pembiayaan konsumer. Ia hanya melihat yang terjadi di beberapa bulan belakang ialah banyaknya hari libur yang menjadi tantangan. “Kendala kami yang utama itu hanya waktu
processing-nya saja, kan bulan lalu itu libur hampir setengah bulan, jadi kapasitas kami pun berkurang,” ujar Anton.
Editor: Tendi Mahadi