JAKARTA. Kepastian kenaikan harga bahan bakar (BBM) bersubsidi berpotensi memukul kinerja perbankan pada tahun ini. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan menahan laju pertumbuhan ekonomi, yang dampaknya mempengaruhi penyaluran kredit. Ujung-ujungnya, pendapatan dan laba bank pasti terganggu. Selain kenaikan harga BBM, para bankir harus memutar otak untuk menghadapi kenaikan suku bunga penjaminan. Otomatis, nasabah akan meminta bunga simpanan lebih tinggi sehingga biaya dana bank bakal membengkak. Sementara jika bank mengerek bunga kredit akan menghadapi kondisi daya beli masyarakat yang melemah.Sinyal meredupnya kinerja perbankan sudah tecermin dari data statistik perbankan per April 2013, yang dipublikan oleh Bank Indonesia (BI), kemarin (18/7). Perolehan laba bank per April 2013 sebesar Rp 32,64 triliun atau tumbuh 16,23% dari periode sama 2012. Laju pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan laba perbankan secara tahun yang sekitar 17%.Melambatnya pertumbuhan laba itu sejalan dengan tersendatnya penyaluran kredit. Per April 2013, kredit bank hanya tumbuh 21,9% menjadi Rp 2.844,81 triliun. Pertumbuhan ini lebih rendah dari pertumbuhan per Maret 2013 yang disetahunkan sebesar 22,2%. Alhasil, pendapatan bunga bank hanya tumbuh 12,22% jadi Rp 139,9 triliun dan pendapatan bunga bersih naik 18,94% jadi Rp 75,12 triliun. BI memprediksi kinerja bank terpengaruh oleh pelambatan ekonomi. Menghadapi kondisi tersebut, salah satu lini yang bisa dioptimalkan bank untuk memoles kinerjanya adalah fee based income atau pendapatan non-bunga. Pendapatan ini berasal dari fee dan komisi transaksi nasabah di bank. Saat ini, kontribusinya masih 20%-30% dari total pendapatan operasional. Pendapatan fee ini juga bersifat stabil lantaran nasabah bank pasti bertransaksi dalam kondisi ekonomi apapun. "Kami menggeber layanan ini sejak beberapa tahun lalu guna menopang laba," ujar Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja.Bank juga bisa menjaga laba melalui efisiensi berupa pemotongan biaya. Per April 2013, beban operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO) bank masih 75,02%. Perbankan bisa menekan BOPO hingga 60% agar setara dengan BOPO negara di kawasan ASEAN. "Penurunan biaya bisa dilakukan dengan meningkatkan dana murah ketimbang dana mahal," ujar Wakil Direktur Utama Bank BNI Felia Salim.Direktur Keuangan Bank Bukopin Tri Joko Prianto menimpali, laba bisa dijaga dengan menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Pelaku sektor ini tidak terpengaruh gejolak bunga. "Tapi tidak semua bank punya tenaga ahli di sektor ini," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Laju laba melambat, bank bidik fee
JAKARTA. Kepastian kenaikan harga bahan bakar (BBM) bersubsidi berpotensi memukul kinerja perbankan pada tahun ini. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan menahan laju pertumbuhan ekonomi, yang dampaknya mempengaruhi penyaluran kredit. Ujung-ujungnya, pendapatan dan laba bank pasti terganggu. Selain kenaikan harga BBM, para bankir harus memutar otak untuk menghadapi kenaikan suku bunga penjaminan. Otomatis, nasabah akan meminta bunga simpanan lebih tinggi sehingga biaya dana bank bakal membengkak. Sementara jika bank mengerek bunga kredit akan menghadapi kondisi daya beli masyarakat yang melemah.Sinyal meredupnya kinerja perbankan sudah tecermin dari data statistik perbankan per April 2013, yang dipublikan oleh Bank Indonesia (BI), kemarin (18/7). Perolehan laba bank per April 2013 sebesar Rp 32,64 triliun atau tumbuh 16,23% dari periode sama 2012. Laju pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan laba perbankan secara tahun yang sekitar 17%.Melambatnya pertumbuhan laba itu sejalan dengan tersendatnya penyaluran kredit. Per April 2013, kredit bank hanya tumbuh 21,9% menjadi Rp 2.844,81 triliun. Pertumbuhan ini lebih rendah dari pertumbuhan per Maret 2013 yang disetahunkan sebesar 22,2%. Alhasil, pendapatan bunga bank hanya tumbuh 12,22% jadi Rp 139,9 triliun dan pendapatan bunga bersih naik 18,94% jadi Rp 75,12 triliun. BI memprediksi kinerja bank terpengaruh oleh pelambatan ekonomi. Menghadapi kondisi tersebut, salah satu lini yang bisa dioptimalkan bank untuk memoles kinerjanya adalah fee based income atau pendapatan non-bunga. Pendapatan ini berasal dari fee dan komisi transaksi nasabah di bank. Saat ini, kontribusinya masih 20%-30% dari total pendapatan operasional. Pendapatan fee ini juga bersifat stabil lantaran nasabah bank pasti bertransaksi dalam kondisi ekonomi apapun. "Kami menggeber layanan ini sejak beberapa tahun lalu guna menopang laba," ujar Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja.Bank juga bisa menjaga laba melalui efisiensi berupa pemotongan biaya. Per April 2013, beban operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO) bank masih 75,02%. Perbankan bisa menekan BOPO hingga 60% agar setara dengan BOPO negara di kawasan ASEAN. "Penurunan biaya bisa dilakukan dengan meningkatkan dana murah ketimbang dana mahal," ujar Wakil Direktur Utama Bank BNI Felia Salim.Direktur Keuangan Bank Bukopin Tri Joko Prianto menimpali, laba bisa dijaga dengan menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Pelaku sektor ini tidak terpengaruh gejolak bunga. "Tapi tidak semua bank punya tenaga ahli di sektor ini," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News