Laksamana Sukardi ditelisik terkait BLBI



JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi rampung dimintai keterangan selama sekitar delapan jam dalam penyelidikan kasus pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI).

Dalam pemanggilan kedua terkait penyelidikan ini, Sukardi mengaku ditelisik soal pemberian SKL kepada salah satu obligor, Sjamsul Nursalim yang merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

"Diminta keterangan masalah pemberian SKL BLBI. Jadi saya juga diminta melengkapi informasi-informasi masih dalam pendalaman, jadi masalah SKL-nya obligor Sjamsul Nursalim," kata Sukardi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (10/12).


BDNI termasuk obligor BLBI yang mendapat SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Padahal, BDNI termasuk obligor yang paling rendah tingkat pembayarannya. Sjamsul Nursalim baru membayar 17,4% dari total kewajiban Rp 28,4 triliun.

Atas diberikannya SKL kepada Sjamsul, Kejaksaan Agung akhirnya menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3) termasuk terhadap sejumlah pengutang lainnya dalam kasus BLBI. Para obligor dianggap sudah melunasi hutangnya, padahal pada kenyataanya hutang senilai triliun rupiah belum dilunasi.

Kendati demikian menurut Sukardi, tak ada kenjanggalan terhadap pemberian SKL terhadap 22 obligor tersebut. Sukardi bersikukuh penerbitan SKL telah berdasarkan Tap MPR dan Instruksi Presiden Megawati. Pemberian SKL itu sebagai insentif bagi obligor yang koperatif untuk melunasi utang sebagaimana dalam Undang-Undang Program Pembangunan Nasional.

"Jadi semangat dari pada Undang-Undang dan TAP MPR pada saat itu untuk memberikan insentif kepada obligor yang kooperatif dan memenuhi kewajiban," tambah dia.

Dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara.

Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.

Namun, ketika ditanyai soal kerugian negara tersebut, Sukardi menjawab enteng. "Itu sudah lagu lama lah " pungkasnya.

Dalam mekanisme penerbitan SKL tersebut, selain mendapat masukan dari Laksamana selaku Menteri BUMN, Megawati juga mendapatkan masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono dan mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti.

SKL tersebut kemudiam menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk menghentikan penyidikan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3) kasus BLBI terhadap sejumlah pengutang, termasuk terhadap Sjamsul Nursalim.

Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas lainnya, seperti The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus "release and discharge" dari pemerintah.

Dalam menyelidiki kasus ini, KPK sudah pernah memeriksa mantan Menteri Perekonomian era Presiden Adurahman Wahid, Rizal Ramli, mantan Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjarajakti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia