Lakukan hedging, Sri Rejeki Isman (SRIL): Pelemahan dollar AS tak berdampak besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten tekstil dan garmen yang berorientasi ekspor umumnya menjadi salah satu pihak yang terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar rupiah dan dollar Amerika Serikat (AS). Sebagaimana diketahui, belakangan ini nilai tukar dollar AS terhadap rupiah tengah melemah.

Menurut data Bloomberg, Jumat (19/7) rupiah ditutup di level Rp 13.938 per dollar Amerika Serikat (AS), menguat 0,16% dari sehari sebelumnya yang ada di level Rp 13.960 per dollar AS. Selama sepekan, rupiah menguat 0,49%.

Salah satu emiten produsen tekstil dan garmen, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menyatakan telah memperhitungkan nilai tukar dollar AS secara tahunan.  Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) Iwan Setiawan Lukminto mengatakan, pelemahan dollar AS juga tidak berdampak signifikan pada kinerja perusahaanya karena adanya natural hedging, yakni penyeimbangan antara pemasukan dan pengeluaran.


“Ada beban bunga bank dan pembelian bahan-bahan mentah yang menggunakan dollar AS,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (19/7).  Sebagai informasi, per 2018 penjualan ekspor menyumbang 60,3% dari total penjualan SRIL, anggota indeks Kompas100 ini, yang sebesar US$ 1,03 miliar. Sementara itu, sisanya berasal dari pasar domestik.

Selain itu, pelemahan nilai dollar AS ini juga tidak berdampak signifikan karena SRIL memang sudah berencana meningkatkan kontribusi ekspornya pada tahun ini menjadi 62%-65% dari total penjualan. 

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, tujuan utama peningkatan ekspor tahun ini adalah ke Amerika Serikat, mengingat perang dagang yang masih bergejolak. Buktinya, sepanjang semester I-2019, penjualan SRIL ke Amerika Serikat dan Amerika Latin telah meningkat sebanyak 3,2 kali lipat.

Di sisi lain, Iwan juga melihat, penguatan rupiah bisa menjadi sentimen positif untuk meningkatkan daya beli pasar domestik. Alasannya, pasar domestik masih mengambil peran cukup besar dalam penjualan SRIL.

Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hady mengatakan, pelemahan nilai tukar dollar AS ini tidak serta merta langsung memberi pengaruh. Pasalnya, ia melihat nilai tukar ini tak banyak berubah dari tahun lalu, yakni hanya berkisar di Rp 13.900 hingga Rp 14.500 per dollar AS.

“Secara agregat tidak terlalu banyak perubahan. Baru berubah banyak kalau per dollar AS bisa turun sampai Rp 9.000 atau naik Rp 16,000,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi