Lambatnya vaksin gotong royong jadi alasan munculnya vaksin individu



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Vaksin gotong royong individu untuk virus corona (Covid-19) ditujukan untuk mengakselerasi lambatnya vaksin gotong royong.

Hal tersebut berdasarkan hasil rapat dalam Komite Penanganan Covid-19 dan Pemuliham Ekonomi Nasional (KPCPEN). Kecepata  vaksin gotong royong perusahaan disebut masih 10.000 hingga 15.000 dosis per hari.

"Dari target 1,5 juta (dosis) baru 300.000, jadi memang ada concern ini kok lambat vaksin gotong royong," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (13/7).


Berdasarkan rapat tersebut, disampaikan bahwa vaksin gotong royong bisa ditingkatkan perannya untuk mempercepat target vaksinasi. Oleh karena itu diumunculkan sejumlah opsi.

Salah satu opsi yang dibuat adalah vaksin gotong royong individu. Keputusan itu mengingat pembelian vaksin gotong royong tidak dilakukan oleh negara menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca Juga: Realisasi masih rendah, Kadin dorong percepatan vaksinasi gotong royong

Pembelian vaksin gotong royong menggunakan uang milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu vaksin gotong royong juga menggunakan jenis vaksin yang berbeda dengan vaksin program pemerintah.

"Berdasarkan proses yang tadi, dibuka bahwa sasarannya bisa dengan individu atau perorangan," terang Budi.

Adanya vaksin gotong royong individu itu diharapkan dapat menjadi pilar baru untuk mempercepat vaksinasi Indonesia. Selain percepatan, vaksinasi gotong royong individu juga dinilai dapat membantu keuangan negara.

"Karena ini biaya ditanggung oleh individu ini dapat meringankan beban APBN," jelas Budi.

Sebagai informasi, sebelumnya vaksin gotong royong diinisiasi bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kadin menyebut terdapat lebih dari 28.000 perusahaan yang mendaftar dengan total sasaran vaksin mencapai 10 juta orang.

Selanjutnya: Biar Cepat, Vaksin Gotong Royong Sebaiknya Gratis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi