Landbank luas, saham Bumi Serpong Damai dijagokan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi jawara kapitalisasi pasar (market cap) di antara para emiten properti di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham anak usaha grup Sinarmas ini masih jadi favorit analis di tahun ini.

Menurut data Bloomberg, di antara emiten properti yang tercatat di BEI, saham BSDE memiliki market cap terbesar yaitu Rp 33,68 triliun. Meski begitu, aset emiten properti ini masih kalah dibandingkan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang tercatat memiliki total aset sebesar Rp 45,60 triliun. Sebagai informasi, total aset BSDE hingga kuartal III-2017 mencapai Rp 38,29 triliun.

Namun, bukan market cap ataupun aset yang jadi alasan saham ini dijagokan. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, saham BSDE masih prospektif di tengah sentimen fluktuasi nilai tukar rupiah. "BSDE memiliki cadangan lahan (landbank) yang besar sehingga emiten ini memiliki peluang untuk membangun apapun sesuai dengan kebutuhan masyarakat," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (27/2).


Saat ini, BSDE tercatat memiliki landbank seluas 2.500 hektare sampai 2.600 hektare. Lantaran harga rumah saat ini masih cenderung tinggi, Hans menilai, pengembang lebih berpeluang untuk mengembangkan bangunan high rise untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat dengan harga yang terjangkau. Nah, landbank yang luas menjadi peluang bagi BSDE untuk bisa membangun bangunan apapun yang dibutuhkan oleh konsumennya.

Selain BSDE, Hans juga menilai beberapa saham properti lainnya masih berprospek cerah, seperti PT PP Properti Tbk (PPRO), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Ketiga emiten ini dipandang punya beberapa proyek high-rise yang bisa memberikan kontribusi positif bagi mereka pada tahun ini.

Sebaliknya, besarnya nilai aset yang dimiliki LPKR belum membuat saham ini jadi pilihan pada tahun ini. Proyek Meikarta yang masih berada di persimpangan jalan membuat Hans melihat saham ini belum bisa jadi pilihan investasi bagi para pelaku pasar untuk sementara waktu.

Di sisi lain, emiten properti diprediksi bakal menghadapi tantangan yang cukup berat pada tahun ini. Meski jumlah penjualan properti sudah mulai meningkat sejak pertengahan tahun lalu, fluktuasi nilai tukar bisa berdampak negatif ke kinerja para emiten properti tahun ini. "Sebab, 40% komponen properti masih impor sehingga apabila kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terlalu fluktuatif bisa mengganggu kinerja," papar Hans.

Namun, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang diprediksi masih akan bertahan di angka 4,25% pada tahun ini diharapkan mampu membuat suku bunga kredit, termasuk kredit perumahan (KPR), tetap rendah. Dengan begitu, pasar properti diharapkan bisa tumbuh dan mampu mendorong kinerja emiten properti lebih baik lagi di tahun ini.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini