Langgar Kode Etik, AKBP Achiruddin Hasibuan Dipecat, Apa Saja Kode Etik Polri?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. AKBP Achiruddin Hasibuan dipecat dari anggota Polri karena melanggar kode etik. Apa saja kode etik anggota Polri?

Dilansir dari Kompas.com, Mantan Kabag Bin Opsnal Ditresnarkoba Polda Sumatera Utara AKBP Achiruddin Hasibuan dipecat atau dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari anggota Polri, Selasa (2/5/2023). Keputusan ini diambil usai Achiruddin menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sejak Selasa pagi hingga malam hari.

Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak mengatakan, apa yang dilakukan AKBP Achiruddin Hasibuan merupakan tindakan yang tak pantas dilakukan oleh seorang anggota Polri. Seperti diketahui, AKBP Achiruddin Hasibuan membiarkan anaknya, Aditya Hasibuan, menganiaya seorang mahasiswa bernama Ken Admiral di rumah Achiruddin yang ada di Medan, beberapa waktu lalu.


"Bagaimana dia berperan, berperilaku, dan bertindak, dan apabila itu dilakukan pelanggaran terhadap salah satu itu, maka tentu sanksinya cukup berat," kata Panca, saat konferensi pers usai sidang kode etik di Mapolda Sumut, Selasa malam.

Panca mengatakan, dari hasil sidang, AKBP Achiruddin Hasibuan dikenakan sanksi disiplin dan kode etik. Kode etik profesi Polri tidak boleh dilanggar oleh setiap anggota insan Polri dalam segala hal. Baik sebagai anggota Polri, pada saat bertugas, maupun pada saat di luar tugas.

Baca Juga: AKBP Achiruddin Hasibuan Miliki Rekening Milyaran Rupiah, Tapi Hartanya Hanya Segini

Panca mengatakan, untuk kasus pembiaran penganiayaan sudah dilaksanakan sidang kode etik dan sidang disaksikan secara transparan oleh keluarga Ken Admiral, saksi-saksi, termasuk juga menghadirkan secara virtual Ken Admiral yang sedang berada di luar negeri. "Berdasarkan apa yang sudah didengar oleh majelis sidang komisi kode etik, maka tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku saudara Achiruddin Hasibuan," katanya.

Panca menyebut, AKBP Achiruddin Hasibuan seharusnya bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, hal itu tidak dilakukan.

Untuk itu, berdasarkan pertimbangan majelis sidang, diputuskan AKBP Achiruddin Hasibuan melanggar kode etik profesi Polri, dengan pasal yang dipersangkakan dan diterapkan adalah Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dari Peraturan Nomor 7 Tahun 2022. Achiruddin dinilai melanggar etika kepribadian, kelembagaan, dan kemasyarakatan.

"Tiga etika itu dilanggar sehingga majelis komisi kode etik memutuskan pada Saudara Achiruddin untuk dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," katanya.

"Pimpinan Polri, yakni Kapolri dan saya Kapolda, tidak pernah bermain-main untuk tidak memproses setiap hal-hal menyangkut penyimpangan yang dilakukan oleh anggota," katanya.

Selain kode etik, Achiruddin juga sedang berproses di pidana umum sebagaimana Pasal 304, 55, dan 56 KUHP, karena keberadaannya pada saat kejadian. Baik itu turut serta melakukan ataupun tidak, maupun membiarkan orang yang seharusnya ditolong pada saat itu.

"Sehingga proses hukum hari ini sudah dinaikkan prosesnya pidananya sprindik sudah beberapa waktu lalu. Hari ini sudah ditetapkan juga penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan," katanya.

Tak sampai di situ, Panca mengatakan, dalam proses penyidikan, ditemukan dugaan tindak pidana di bidang minyak dan gas (migas) yang berkaitan dengan AKBP Achiruddin Hasibuan . Seperti diketahui, AKBP Achiruddin Hasibuan merupakan pengawas gudang solar ilegal milik salah satu PT.

Gudang tersebut berada di dekat rumah AKBP Achiruddin Hasibuan. "Apakah dia sebagai orang yang memberikan ruang, kesempatan terjadinya tindak pidana migas tersebut, ataupun dia ikut aktif di dalam kegiatan di bidang migas tersebut yang ilegal. Maka diproses berdasarkan undang-undang minyak dan gas bumi," katanya.

Sementara itu mengenai dugaan gratifikasi, imbalan, atau hadiah yang diterima selaku anggota Polri terkait dengan AKBP Achiruddin Hasibuan sebagai pengawas gudang solar, penyidik di Subdit Tipikor sedang memprosesnya. "Sedang berproses, saat ini oleh tim penyidik Ditreskrimsus dan Subdit Tipikor. Untuk melapis itu, penyidik di atas Ditreskrimsus dan khususnya Tipidter yang menangani undang-undang migas dan korupsinya dengan UU TPPU, menyangkut harta kekayaan yang diperoleh dari imbalan atau penerimaan hadiah yang tidak benar tersebut," katanya.

Polri juga bekerja sama dengan pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), serta KPK melalui surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) melalui mekanisme online.

Ibu kandung Ken Admiral, Elfi, yang hadir bersama suaminya, Zul, serta kuasa hukumnya, Irwansyah Putra Nasution, mengapresiasi langkah yang dilakukan Polda Sumut. Dia juga berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak dan jajaran. "Saya mewakili keluarga dan orangtua Ken sangat berterima kasih atensi Bapak Kapolri, Bapak Kapolda Sumatera Utara, Bapak Dirkrimum, Dirkrimsus, Propam. Diterima luar biasa seperti mukjizat saya rasakan ini, ternyata bisa berproses dengan lurus," katanya.

Elfi mengaku belum memberitahu hasil sidang KKEP kepada Ken. Namun, menurutnya kemungkinan sudah disampaikan oleh kakak Ken. "Dia merasa paling ya dia malu kan karena semua orang lihat dia dibegitukan ya. Mungkin paling setahun dua tahun, lama-lama juga bisa sembuh dengan sendirinya," katanya.

Kode etik Polri

Polisi dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi kode etik Polri. Pelanggaran terhadap kode etik Polri bisa dikenakan hukuman.

Kode etik Polri dipaparkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara (Perkap) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam aturan itu terdapat 4 lingkup kode etik Polri. Pertama yakni etika kenegaraan. Maksudnya adalah sikap moral Anggota Polri terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kebhinekatunggalikaan.

Kedua adalah etika kemasyarakatan, yakni sikap moral anggota Polri yang senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.

Ketiga adalah etika kelembagaan. Maksudnya adalah sikap moral anggota Polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya.

Keempat adalah etika kepribadian, yakni sikap perilaku perseorangan anggota Polri dalam kehidupan beragama, kepatuhan, ketaatan, dan sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kode etik Polri lingkup kenegaraan

Berdasarkan Perkap No 14 Tahun 2011, kode etik Polri di lingkup kenagaraan yakni, wajib:

a.    setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.    menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia

c.    menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI; d.    menjaga terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa dalam kebhinekatunggalikaan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat; e.    mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan; f.    memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih, bahasa Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; g.    membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggara negara dan pejabat negara dalam pelaksanaan tugas; dan h.    bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.

Kode etik Polri lingkung kelembagaan

Berdasarkan Perkap No 14 Tahun 2011, kode etik Polri di lingkung kelembagaan terdiri dari:

1. Setiap Anggota Polri wajib: a.    setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya; b.    menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri; c.    menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural; d.    melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan profesionalisme Kepolisian; e.    menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakan KEPP; f.    mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas; g.    menyelesaikan tugas dengan saksama dan penuh rasa tanggung jawab; h.    memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan; i.    menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas; j.    melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin dan KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan kewenangan; k.    melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

l.    menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan; m.    mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan; n.    mengutamakan kesetaraan dan keadilan gender dalam melaksanakan tugas; dan o.    mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada Ankum atau Atasan Ankum berkenaan dengan keputusan yang dinilai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

2. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan wajib: a.    menunjukan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance); b.    menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan c.    segera menyelesaikan dugaan Pelanggaran yang dilakukan oleh Bawahan.

3. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib: a.    melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam pelaksanaan tugas; b.    melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya; c.    menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan d.    melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan pemberi perintah.

4. Sesama Anggota Polri wajib: a.    saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas; b.    bekerja sama dalam rangka meningkatkan kinerja; c.    melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara langsung kepada pejabat yang berwenang; d.    menunjukan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip saling menghormati;

e.    saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas

Kode etik Polri lingkup kemasyarakatan

Setiap Anggota Polri wajib: a.    menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia; b.    menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum; c.    memberikan pelayanan kepada masyarakat  dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; d.    melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana  yang diwajibkan dalam tugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas. e.    memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f.    menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.

Kode etik Polri lingkup kepribadian

Setiap Anggota Polri wajib: a.    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b.    bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja sama, adil, peduli, responsif, tegas, dan humanis; c.    menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum; d.    menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara santun; dan e.    melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.

Larangan kode etik Polri di lingkup kenegaraan

Setiap Anggota  Polri dilarang: a.    terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.    terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah; c.    menjadi anggota atau pengurus partai politik; d.    menggunakan hak memilih dan dipilih; dan/atau e.    melibatkan diri pada kegiatan politik praktis

Larangan kode etik polri di lingkup kelembagaan

(1)    Setiap Anggota Polri dilarang: a.    melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi; b.    mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga; c.    menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertangungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau pribadi Anggota Polri kepada pihak lain; d.    menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat

e.    menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan; f.    mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan g.    melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)    Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang: a.    memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan b.    menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggungjawab.

(3)    Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang: a.    melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang tidak sopan; dan b.    menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.

(4)    Sesama Anggota Polri dilarang: a.    saling menista dan/atau menghina; b.    meninggalkan Anggota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan tugas; c.    melakukan tindakan yang diskriminatif; d.    melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana; dan e.    berperilaku kasar dan tidak patut.

Larangan kode etik Polri di lingkup kemasyarakatan

Setiap Anggota Polri dilarang: a.    menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; b.    mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c.    menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat; d.    mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat; e.    bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang; f.    mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan; g.    melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau h.    membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Larangan kode etik Polri di lingkup kepribadian

Setiap Anggota  Polri dilarang: a.    menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah; b.    mempengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinannya; c.    menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau d.    menjadi pengurus dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri

Sanksi pelanggaran kode etik Polri

Perkap No 14 Tahun 2011 juga mengatur tentang bentuk hukuman yang dapat diberikan kepada anggota polisi yang melanggar kode etik Polri. Pasal 22 menyatakan "Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i."

Sedangkan sanksi administratif pelanggaran kode etik Polri berupa rekomendasi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Itulah kewajiban, larangan dan sanksi dalam kode etik Polri. Semoga tragedi Kanjuruhan tidak terulang di tempat lain dan polisi semakin profesional dalam bertugas.

Itulah info pemecatan AKBP Achiruddin Hasibuan beserta kode etik anggota Polri. Tugas berat Kapolri untuk kembali mengangkat kepercayaan publik terhadap Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto