JAKARTA. Langit mendung rupanya menggelayuti bisnis crude palm oil (CPO) alias minyak kelapa sawit. Betapa tidak, melambatnya pertumbuhan ekonomi di Asia membuat permintaan CPO di kawasan Asia merosot. Kondisi itu diperparah lagi dengan merosotnya nilai mata uang negara pembeli CPO, seperti India. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAKPKI) menyebutkan, merosotnya pasar CPO tersebut sudah terjadi sejak Juni 2013. Bulan Juni, volume ekspor CPO turun 11% dibandingkan bulan sebelumnya. Kemudian di bulan Juli, volume ekspor juga turun lagi 1,64%. Begitu pula di bulan Agustus, volume ekspor CPO kembali tergerus sebesar 6,9% jika dengan Juli.
Di bulan Juli, realisasi ekspor CPO tercatat 1,59 juta ton, dan di bulan Agustus turun menjadi 1,48 juta ton. Namun, ekspor Januari-Agustus atau year on year naik 18,6%, menjadi 13,69 juta ton dari waktu periode yang sama tahun 2012 sebanyak 11,54 juta ton. Turunnya volume ekspor CPO dan turunannya pada bulan Juli disebabkan turunnya permintaan dari Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, serta negara Asia lainnya. “Selain itu, adanya panen raya rapeseed dan biji bunga matahari di AS menyebabkan permintaan minyak sawit sebagai bahan pengganti berkurang cukup drastis, yaitu sebesar 69% dari 59,87 ribu ton menjadi 18,41 ribu ton,” jelas laporan GAPKI yang diterima KONTAN, Kamis (19/9). Menurut GAPKI, Uni Eropa mengakui telah mengurangi pembelian minyak sawit 3% dari 370,29 ribu ton menjadi 359,23 ribu ton. Sementara itu permintaan minyak sawit dari Bangladesh dan Pakistan juga turun signifikan karena tekanan ekonomi dan usainya hari raya Idul Fitri. Permintaan minyak sawit di Bangladesh turun 58% dari 77,45 ribu ton menjadi 32,55 ribu ton, sedangkan permintaan minyak sawit di Pakistan juga turun 41,5% dari 92,30 ribu ton menjadi 53,99 ribu ton. Sementara itu perdagangan minyak sawit ke India dan China di Agustus mulai menggeliat walaupun tak signifikan. China menaikkan impor minyak sawitnya sebesar 8% dari 157,34 ribu ton menjadi 170,30 ribu ton, sedangkan India hanya mencatat 1% kenaikan dari 346,51 ribu ton menjadi 346,69 ribu ton.