KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhirnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas, yakni mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life pada Jumat (23/6). OJK memerintahkan Kresna Life wajib menghentikan kegiatan usahanya serta segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan agenda pembubaran badan hukum. OJK juga memerintahkan membentuk Tim Likuidasi paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha Kresna Life. Sekarang fokusnya adalah pengembalian dana nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, nantinya tim likuidasi Kresna LIfe akan mengelompokkan nasabah yang sudah menjadi kreditur atau nasabah yang masih menjadi pemegang polis untuk dikaji lebih lanjut. "Mengenai pemegang polis yang sudah tanda tangan, akan dikaji oleh tim likuidasi. Apakah sudah efektif jadi pinjaman subordinasi (SOL) atau belum. Kami akan monitor hal tersebut," ujar Ogi, Jumat, (23/6).
Baca Juga: Cabut Izin Usaha Kresna Life, Ini Alasan OJK Ogi mengaku, pihaknya telah menerima dokumen konversi dari klaim polis menjadi SOL, namun dokumen tersebut belum diakta-notariskan. Setelah pencabutan izin usaha ini, tim likuidasi Kresna Life nantinya akan menentukan pempol yang terdaftar secara resmi dan legal di perusahaan. Tim likuidasi juga bertugas untuk mendata aset yang dimiliki dan bisa dijual untuk melancarkan pembayaran hak para pemegang polis. "Satu hal yang perlu dilengkapi, dalam upaya OJK menggunakan kewenangannya untuk perlindungan konsumen, kami sudah mengeluarkan perintah tertulis kepada PT Duta Makmur Sejahtera, Pemegang Saham Pengendali (PSP), Direksi dan Komisaris untuk bersama-sama mengganti kerugian Kresna Life," kata dia. Kuasa Hukum Nasabah Kresna Life, Benny Wullur menyampaikan, nasabah yang tanda tangan SOL akan masuk dalam kreditur preferen dan diklaim telah disepakati oleh Kresna Life. Salah satu nasabah Santy menganggap batalnya perjanjian SOL karena belum diaktanotarialkan sehingga tak dianggap sah oleh OJK. Oleh karena itu, nasabah yang menandatangani SOL tetap sebagai kreditur preferen. "Menurut saya pribadi, akta notarial itu syarat dari OJK. Bagaimanapun jika seseorang sudah tanda tangan di atas materai, itu tergantung pihak satunya untuk mengesahkan perjanjian tersebut menjadi perjanjian perdata dengan atau tanpa akta notarial. Tentu hal ini akan menguji iktikad baik Kresna Life," kata Santy kepada Kontan.co.id, Minggu (25/6). Santy beranggapan dengan peringatan tertulis kepada Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan direksi untuk ganti rugi, logikanya wajar saja makin rendah nilai kerugian maka makin kecil kewajiban ganti rugi. Menurutnya, yang bisa memperkecil nilai kerugian, yakni jika perjanjian SOL disahkan. Hal ini nantinya akan menjadi kewenangan tim likuidasi, yang mana akan ditunjuk oleh pemegang saham. "Intinya, menurut saya OJK saat ini berjalan di koridor undang-undang. Banyak nasabah yang skeptis seolah-olah OJK tetap tidak punya solusi untuk mengembalikan uang nasabah. Dan memang masih perlu dibuktikan apakah mereka akan membuat terobosan hukum mengembalikan dana nasabah. Soalnya sudah ada PP Nomor 5 Tahun 2023," ujarnya.
Baca Juga: Pencabutan Izin Menjadi Akhir Cerita Panjang Permasalahan Kresna Life Santy mengatakan untuk memastikan kelancaran pemeriksaan dan penyelidikan, tidak ada salahnya jika terhadap pihak-pihak yang diberi peringatan tertulis dilakukan pencekalan terlebih dahulu. Untuk Kresna Life, Santy menilai jika bersungguh-sungguh hendak mensukseskan SOL dan butuh tambahan waktu, mereka seharusnya mengajukan saja lewat PTUN. Dia mengatakan jika dasarnya kuat, kemungkinan bisa dikabulkan oleh pengadilan sehingga mereka bisa lakukan perbaikan seperti yang dijanjikan.
Namun, jika tidak ada perlawanan hukum, apalagi jika ada upaya melepas jabatan atau malah meninggalkan Indonesia atas alasan apa pun, berarti iktikadnya patut dipertanyakan," katanya. Santy menyampaikan intinya pihak yang berutang wajib membayar dan pihak regulator harus menjamin pengembalian terjadi. Seorang sumber Kontan juga menyatakan, jangan sampai pemilik dan pihak yang bertanggungjawab di Kresna Life ke luar dari Indonesia, seperti kasus Wanaartha Life. Pencegahan para pihak yang bertanggungjawab itu juga penting agar hak-hak nasabah segera kembali. OJK sendiri sudah memberikan waktu cukup panjang bagi Kresna Life untuk melakukan penyehatan perusahaan asuransi tersebut. Batas waktu penyerahan rencana penyehatan keuangan (RPK) berakhir pada 30 Desember 2022 lalu. Artinya sampai likuidasi, Kresna Life sudah mendapat waktu hingga enam bulan. Bahkan jika mengacu pada Peraturan OJK 17 tahun 2017 pasal 4 ayat 5b sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) paling lama tiga bulan dan jika pelanggaran tersebut tak selesai maka sanksi pencabutan izin usaha bisa dilakukan. Jika melihat aturan tersebut, sejatinya Kresna Life sudah bisa mendapatkan sanksi pencabutan izin usaha sejak Maret 2021. Mengingat sanksi PKU Kresna Life diberikan pada 7 Desember 2020. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ahmad Febrian