KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga minyak mentah baru sedikit beranjak dari fase koreksi. Pasar masih diliputi keraguan terkait rencana pemangkasan produksi minyak oleh anggota OPEC+. Mengutip
Tradingeconomics pukul 19.16 WIB Selasa (5/12), harga minyak mentah WTI berada di posisi 73.04 per barel atau naik tipis 0.01%. Namun koreksi harga dalam sepekan terpantau sebesar 4.34%. Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Raihan Rafi mengatakan, salah satu faktor penyebab harga minyak turun adalah ketidakpastian kebijakan organisasi pengekspor minyak dunia alias OPEC+ dalam membatasi produksi antar negara produsen minyak.
Dikutip dari
Reuters, Angola dan Nigeria tidak mau membatasi produksi mereka, tetapi malah menargetkan produksi minyak yang lebih tinggi.
Baca Juga: Pasar Masih Ragukan Rencana OPEC+ Pangkas Produksi Minyak 2,2 juta Barel di 2024 “Kondisi ini membuat kekhawatiran pelaku pasar terkait kelebihan stok dan membuat harga minyak makin merosot,” kelas Raihan kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12). Seperti diketahui, OPEC+ pada hari Kamis lalu menyetujui pengurangan produksi sukarela dengan total sekitar 2,2 juta barel per hari (bpd) untuk kuartal I-2024, yang dipimpin oleh Arab Saudi. Setidaknya 1,3 juta barel per hari dari pemotongan tersebut merupakan perpanjangan dari pembatasan sukarela yang sudah dilakukan Arab Saudi dan Rusia. Dari sisi pasokan, Raihan menyoroti bahwa laporan data EIA stok minyak Amerika meningkat sebanyak 1.609M dari yang sebelumnya 8.701M. Lonjakan ini belum direspons cukup baik oleh negara-negara konsumen utama minyak dunia. “China sebagai salah satu konsumen utama minyak sedang berusaha untuk memperbaiki ekonominya, namun rilisnya data manufaktur PMI yang di terbitkan oleh Caixin masih mengalami penurunan di bawah 50 menunjukan kontraksi pada manufaktur yang akan berdampak pada perekonomian China,” imbuh Raihan.
Baca Juga: Intip Prospek Harga Minyak Jelang Pertemuan OPEC+ Oleh karena itu, Raihan melihat, kondisi musim dingin yang biasanya meningkatkan permintaan minyak mentah bagaikan angin lalu. Sebab, pelaku pasar masih tertuju pada persediaan minyak yang
oversupply, serta kondisi dari negara-negara konsumen minyak mentah. Menurut Raihan, minyak mentah berpotensi bergerak ke area US$ 68 per barel, apabila mendapatkan sentimen negatif yang berasal dari pengetatan kebijakan lanjutan suku bunga The Fed. Hal itu karena kebijakan suku bunga yang agresif dapat memperlambat perekonomian dan mengurangi permintaan energi. Sebaliknya, harga minyak mentah dunia berpeluang bergerak ke area US$ 82 per barel, apabila menjumpai sentimen positif pada keputusan OPEC+ akhir November lalu. Di mana hasil keputusan OPEC yaitu pemotongan pengurangan produksi sebanyak 2,2 juta barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli