Langkah Trump picu gelombang reaksi negatif dunia!



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel memicu gelombang ketidaksetujuan dari pemimpin dunia.

Pemimpin dari dunia Muslim dan dari masyarakat internasional yang lebih luas dengan cepat mengkritik langkah tersebut. Beberapa pemimpin bahkan memperingatkan potensi kekerasan dan pertumpahan darah sebagai hasil dari pengumuman Trump.

Tidak hanya itu, Trump juga menyetujui memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Kondisi ini menjadikan Amerika menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.


Status Yerusalem merupakan jantung utama konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama, karena Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Pejabat Gedung Putih mengatakan, keputusan Trump adalah pengakuan atas kenyataan saat ini dan sangat bersejarah. Namun hal ini bukanlah sebuah pernyataan politik, dan tidak akan mengubah batas-batas fisik dan politik Yerusalem.

Warga Palestina

Presiden Mahmoud Abbas mengatakan, keputusan tersebut sama dengan AS mencabut perannya sebagai mediator perdamaian setelah satu dekade mensponsori proses perdamaian Israel-Palestina.

"Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat diterima ini dengan sengaja melemahkan semua upaya perdamaian," katanya dalam pidato yang telah direkam sebelumnya di TV.

Abbas bersikeras bahwa Yerusalem adalah "ibukota abadi negara Palestina".

Kelompok Hamas Palestina Ismail Haniyeh mengatakan: "Rakyat Palestina kita di mana-mana tidak akan membiarkan persekongkolan ini berlalu, dan pilihan mereka terbuka untuk membela tanah dan tempat-tempat suci mereka."

Seorang juru bicara kelompok tersebut mengungkapkan, keputusan tersebut akan membuka gerbang neraka bagi kepentingan AS di wilayah ini.

Warga Israel

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa pengumuman Presiden Trump adalah sebuah "tonggak bersejarah".

Netanyahu bahkan menyebut keputusan presiden AS itu "berani dan adil".

Perdana menteri Israel mengatakan bahwa pidato Trump merupakan "langkah penting menuju perdamaian, karena tidak ada perdamaian yang tidak termasuk Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel".

Netanyahu juga bilang, kota tersebut telah "menjadi ibu kota Israel selama hampir 70 tahun".

Menteri Pendidikan Israel Naftali Bennett juga memuji keputusan tersebut. "Amerika Serikat menambahkan batu bata lain ke dinding Yerusalem, ke dasar negara Yahudi," jelasnya. Dia juga mendesak negara-negara lain untuk mengikuti jejak Trump.

Dunia Muslim

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan bahwa keputusan Trump tersebut tidak bertanggung jawab.

Dia menulis di Twitter bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan.

Media Arab Saudi menulis, Raja Salman mengatakan kepada Trump melalui telepon pada hari Selasa bahwa relokasi kedutaan atau pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel akan menjadi aksi provokasi mencolok bagi umat Islam di seluruh dunia.

Pandangan Salman juga digaungkan oleh Presiden Abdul Fattah al-Sisi dari Mesir, yang memperingatkan agar Amerika tidak mempersulit situasi di kawasan ini dengan memberlakukan aksi-aksi yang akan mengurangi kesempatan untuk perdamaian di Timur Tengah.

Liga Arab menyebutnya sebagai tindakan berbahaya yang akan menimbulkan dampak di seluruh wilayah, dan juga mempertanyakan peran masa depan AS sebagai mediator terpercaya dalam perundingan damai.

Iran mengatakan keputusan tersebut akan memunculkan risiko sebuah gerakan "intifadah baru", atau pemberontakan. Kementerian luar negeri Iran mengatakan, AS telah secara jelas melanggar resolusi internasional.

Sementara itu, Raja Yordania Abdullah menyerukan upaya bersama untuk "mengatasi konsekuensi keputusan ini" dan seorang juru bicara pemerintah Yordania mengatakan bahwa Trump telah melanggar hukum internasional dan piagam PBB.

Presiden Libanon Michel Aoun menyatakan, proses perdamaian akan selesai beberapa dekade. Sementara menteri luar negeri Qatar mengatakan bahwa tindakan tersebut adalah "hukuman mati bagi semua orang yang mencari perdamaian".

Komunitas internasional

Paus Fransiskus mengatakan: "Saya tidak dapat membungkam keprihatinan mendalam saya atas situasi yang telah muncul dalam beberapa hari ini. Pada saat yang sama, saya sangat mengharapkan semua orang untuk menghormati status quo kota, sesuai dengan resolusi PBB yang relevan."

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengatakan pernyataan Presiden Trump akan membahayakan prospek perdamaian bagi warga Israel dan Palestina.

Guterres mengatakan bahwa Yerusalem adalah masalah status akhir yang harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak.

"Perundingan semacam itu harus mempertimbangkan kekhawatiran yang sah dari pihak Palestina dan Israel," kata Guterres.

Uni Eropa meminta dimulainya kembali proses perdamaian yang berarti menuju solusi dua negara dan mengatakan harus ditemukan suatu cara, melalui negosiasi, untuk menyelesaikan status Yerusalem sebagai ibukota masa depan kedua negara, sehingga aspirasi dari kedua belah pihak bisa terpenuhi.

Presiden Prancis Emmanuel Macron sangat menyesalkan keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Macron menyebut upaya untuk "menghindari kekerasan dengan segala cara."

Baik China maupun Rusia juga menyatakan keprihatinan mereka. kedua negara menilai, langkah tersebut dapat menyebabkan eskalasi ketegangan di wilayah tersebut.

Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan pemerintah Inggris tidak setuju dengan keputusan AS yang tidak membantu prospek perdamaian di wilayah ini.

Dalam sebuah pernyataan dia mengatakan: "Kedubes Inggris di Israel berada di Tel Aviv dan kami tidak memiliki rencana untuk memindahkannya. Posisi kami pada status Yerusalem sudah jelas dan sudah berlangsung lama: harus ditentukan dalam penyelesaian yang dinegosiasikan antara Israel dan Palestina, dan Yerusalem pada akhirnya harus menjadi ibukota bersama negara-negara Israel dan Palestina. Sejalan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, kami menganggap Yerusalem Timur sebagai bagian dari Wilayah Pendudukan Palestina."

Juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan di twitter bahwa Berlin tidak mendukung posisi ini karena status Yerusalem hanya dapat dinegosiasikan dalam kerangka solusi dua negara.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie