Lapas padat jadi alasan pembebasan Hartati Murdaya



JAKARTA. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Handoyo Sudrajat mengatakan, pemberian pembebasan bersyarat terhadap Sri Hartati Murdaya bukan merupakan hal yang khusus. Malahan, salah satu potensi masalah yang timbul jika pembebasan bersyarat tersebut tidak diberikan yakni adanya kelebihan kapasitas, baik lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan (rutan).

Menurut Handoyo, saat ini jumlah penghuni lapas dan rutan di Indonesia setiap harinya mencapai 160.000 orang. Dari jumlah tersebut kata Handoyo, sebesar Rp 40% berkaitan dengan kasus narkoba. Sementara kapasitas lapas dan rutan secara nasional hanya sebesar 105.000 orang. 

"Kalau mereka karena satu hal hak PB (Pembebasan Bersyarat) tidak bisa diberikan maka berpotensi masalah, seperti over capacity," kata Handoyo dalam jumpa pers, Rabu (3/9).


Lebih lanjut menurut Handoyo, jika kelebihan kapasitas, maka akan menimbulkan ketidaknyamanan dari para tahanan. Bahkan dapat menimbulkan potensi masalah lainnya seperti keributan dan gangguan keamanan serta ketertiban lapas dan rutan.

"Oleh karena itu kita coba bagaimana penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang selama ini dianggap pemicu terjadinya pengurangan pemberian hak terpidana," tambah Handoyo.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Direktur Utama PT Citra Cakra Murdaya dan PT Hardaya Plantation tersebut, tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, KPK meminta pembebasan bersyarat terhadap Hartati, dibatalkan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya terkejut atas pemberian pembebasa bersyarat tersebut. Setelah memeriksa surat-surat kata Bambang, KPK menemukan bahwa pada bulan Juni, Hartati pernah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator atau pelaku korupsi yang bekerja sama untuk membongkar kasus pada Juni 2014 lalu.

"Dan itu ditolak pimpinan KPK Juli 2014. Diajukan pembebasan bersyarat juga ke pimpinan KPK. Ditolak juga," kata Bambang, Selasa (2/9) lalu.

Lebih lanjut menurut Bambang, Justice Collaborator merupakan dasar bagi seorang terpidana untuk mendapatkan pembebasan bersayarat.

"Kalau itu (Justice Collaborator) tak dapat, bagaimana itu bisa bebas bersyarat?," tuturnya.

Dalam perturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kata Bambang, syarat seorang terpidana dibebaskan yakni harus ada kajian dari aspek keamanan, ketertiban, juga rasa keadilan masyarakat, dan bukan rasa keadilan narapidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia