KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi boleh saja tertekan. Tapi industri jasa keuangan digital di dalam negeri tetap mampu mencatat pertumbuhan, meski menghadapi tantangan makroekonomi dan regulasi. Ini terungkap dalam laporan SEA e-Conomy 2025 yang disusun bersama oleh Google, Bain & Company, dan Temasek. Laporan yang dipublikasikan Kamis (13/11/2025) tersebut mencatat, sektor jasa keuangan digital atawa
digital financial services (DFS) mencatat pertumbuhan sebesar dua digit. Kondisi keuangan Indonesia berubah dengan cepat berkat terobosan di sektor perbankan digital. Tambah lagi, ada dukungan dari infrastruktur pembayaran yang dikelola pemerintah.
Salah satunya
quick response code Indonesian standard (QRIS). Laporan SEA e-Conomy 2025 mencatat, sistem pembayaran QRIS nasional terus berkembang pesat. Alhasil, sistem ini mampu menyatukan pasar dan mendorong penerapan teknologi digital secara luas.
Baca Juga: Porsi Pembiayaan Fintech Lending ke Sektor Produktif Capai 34,48% per September 2025 Pada saat yang sama, bank digital baru, yang banyak di antaranya didukung oleh perusahaan teknologi besar, mampu memperoleh nasabah dan pangsa pasar dengan cepat. Kondisi ini memicu gelombang baru persaingan dan inovasi di seluruh sektor jasa keuangan. Laporan SEA e-Conomy 2025 mendapati, nilai transaksi bruto alias
gross transaction value (GTV) pembayaran digital mencapai US$ 538 miliar di 2025. Angka ini tumbuh 27% secara tahunan. Sementara di 2024, pertumbuhan GTV pembayaran digital cuma 24% menjadi US$ 423 miliar. Di 2030, GTV pembayaran digital diprediksi bisa mencapai US$ 1 triliun. Baca Juga:
Bank Digital Mulai Gunakan Data Historis QRIS Untuk Uji Kelayakan Dapat Kredit GTV pembayaran digital ini mencakup nilai transaksi kartu kredit, kartu debit, kartu prabayar, antar-rekening alias
account-to-account (A2A), dan eWallet. Laporan SEA e-Conomy 2025 juga menunjukkan, saldo buku pinjaman
online di 2025 mencapai US$ 13 miliar, naik 29% secara tahunan. Pertumbuhan ini memang sedikit lebih rendah dari setahun sebelumnya, yang mencapai 34%. Di 2030, saldo buku pinjaman
online diprediksi bisa mencapai US$ 30 miliar-US$ 40 miliar. Saldo buku pinjaman
online mencakup saldo akhir tahun pinjaman konsumen, tidak termasuk kartu kredit dan hipotek, serta pinjaman untuk usaha kecil dan menengah (UKM).
Baca Juga: Perkuat Layanan Digital, Asuransi Digital Bersama (YOII) Gandeng Anak Usaha Telkom Lalu, dana kelolaan alias
asset under management (AUM) investasi
online juga meningkat 25% di 2025, mencapai US$ 6 miliar. Pertumbuhan tersebut stabil dibanding 2024, di mana AUM investasi
online juga meningkat 25%. Di 2030, AUM investasi
online diprediksi US$ 45 miliar. Ekuivalen premi tahunan atawa
annual premium equivalent (APE), alias pendapatan premi disetahunkan, serta premi bruto tertulis atawa
gross written premium (GWP), alias total pendapatan premi dari semua polis, untuk asuransi
online tumbuh 18% di 2025. Di 2024, pertumbuhannya sekitar 11%.
Selain itu, laporan SEA e-Conomy 2025 juga mencatat Indonesia menunjukkan momentum bisnis terkuat untuk aplikasi akal imitasi AI. Indonesia menduduki urutan teratas di kawasan dalam hal pertumbuhan pendapatan pada aplikasi yang menggunakan AI, yakni sebesar 127%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News