KONTAN.CO.ID - JAKARTA. LaporCovid-19 mencatat, terdapat 2.313 orang meninggal di luar rumah sakit saat isolasi mandiri (isoman). Data tersebut merupakan temuan pendataan dari seluruh provinsi di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hal tersebut kemungkinan bisa terjadi. Terlebih varian delta Covid-19 membuat gejala berat semakin cepat. “Iya ini bisa saja terjadi, karena saat isoman tidak diawasi atau sudah sesak tapi tidak bisa ke fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) sementara varian delta ini cepat sekali membuat membuat gejala menjadi berat,” ujar Nadia saat dihubungi, Jumat (23/7).
Baca Juga: Rekor lagi, kematian akibat Covid-19 di Indonesia bertambah 1.566 pada Jumat (23/7) Nadia mengatakan, Kemenkes mendorong Satgas Covid-19 untuk meningkatkan pengawasan bagi masyarakat yang tengah menjalami isolasi mandiri. Kemenkes juga berupaya meningkatkan testing dan tracing untuk mendeteksi sedini mungkin masyarakat yang terkena Covid-19. Pemerintah juga berupaya meningkatkan isolasi terpusat untuk menekan angka kematian isoman. “Adanya penambahan isolasi terpusat tetapi juga mendorong keterlibatan Satgas lebih banyak untuk memantau masyarakat yang isolasi. Kedua testing dan tracing harus ditingkatkan untuk deteksi dini kasus positif sehingga bisa dicegah untuk menjadi parah dan juga penularan ke orang lain,” ucap Nadia. Sementara, anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, temuan tim LaporCovid-19 yang mencatat bahwa terdapat 2.313 pasien isoman Covid-19 yang meninggal dunia di luar rumah sakit perlu menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, temuan ini menunjukkan berbagai kelemahan dalam penanganan orang yang terpapar. Apalagi, data yang disampaikan tersebut bisa saja berbeda dengan data yang dimiliki pemerintah. Dari temuan tersebut, setidaknya menunjukkan beberapa titik lemah penanganan Covid-19 di Indonesia.
Pertama, rumah-rumah sakit dan fasilitas kesehatan tidak mampu menampung semua yang terpapar. Terbukti, banyaknya yang dirawat di luar rumah sakit. "Yang meninggal saja kan jumlahnya mencapai 2.313 orang. Pasti jumlah yang isoman berkali-kali lipat dari jumlah itu. Kebanyakan dari mereka itu memilih isoman karena tidak tertampung di rumah-rumah sakit dan faskes-faskes yang ada,” ujar Saleh.
Kedua, fenomena ini juga menunjukkan keterbatasan tenaga medis yang tersedia. Buktinya, LaporCovid-19 menjelaskan bahwa mereka yang isoman tersebut tidak pernah didatangi atau dihubungi pihak tenaga medis. Hal ini bisa jadi karena tenaga medis yang ada terkonsentrasi di rumah-rumah sakit dan faskes-faskes. "Kita sangat sedih melihat fakta ini. Sebab, mereka yang mendapat perhatian dan pengobatan serius pun banyak yang tidak bisa tertolong. Apalagi yang tidak diperhatikan dan tidak menerima pengobatan yang memadai,” ucap dia.
Ketiga, data yang disampaikan ini menunjukkan adanya kelemahan dari sisi pendataan. Artinya, petugas yang semestinya mendata tidak mampu menjangkau semua yang terpapar. Hal ini tentu sangat menyulitkan dalam memetakan zoonasi tingkat keterpaparan suatu daerah tertentu.
"Pemetaan itu sangat penting. Dari situ bisa dirumuskan kebijakan terbaik yang mesti diambil dalam skala daerah tertentu. Tanpa pemetaan, tidak jelas arah penanganan yang dilakukan,” terang dia. Terkait laporan ini, pemerintah didesak untuk memberikan tanggapan dan respon. Termasuk langkah-langkah yang akan diambil dalam menyikapi hal tersebut. Jika memungkinkan, perlu dilakukan sinkronisasi data antara yang dimiliki pemerintah dan yang dirilis LaporCovid-19. “Kita apresiasi apa yang telah dilakukan LaporCovid-19. Semoga saja, apa yang disampaikan tersebut bisa ditindaklanjuti pemerintah. Targetnya, seluruh anggota masyarakat bisa memiliki akses penuh terhadap pelayanan kesehatan,” kata Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat