Larangan buka lahan gambut mendapat penolakan



JAKARTA. Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk tidak menerbitkan izin baru bagi pengelolaan lahan gambut baik yang sudah berizin maupun yang belum, mendapat penolakan dari berbagai kalangan.

Pemerintah didesak untuk membangun komunikasi bersama untuk memastikan sumber daya gambut bisa dikelola secara berkelanjutan melalui pemadatan dan tata kelola air (water management) yang baik.

Director of Tropical Peat Research Laboratory Unit (TPRL), Lulie Melling mnengatakan, komunikasi yang baik antara pemerintah dan dunia usaha dalam mengelola hutan gambut sehingga tidak terbakar, sangat penting.


Ia bilang, di Malaysia saja lahan gambut tetap di kelola dengan baik dan tidak pernah terbakar. Maka itu, ia mendorong pemerintah membangun kesadaran publik sekaligus meluruskan asumsi yang keliru tentang pemanfaatan lahan gambut dan kebakaran gambut.

"Hal ini mengakibatkan persepsi yang keliru, berulang dan tanpa penyelesaian mengenai pemanfaatan gambut di tengah masyarakat,” kata Melling, Senin (15/11).

Pakar gambut internasional ini mengatakan, di Malaysia gambut bisa dikelola dengan baik sehingga sulit terbakar. Ia mengambil contoh di Sarawak terdapat 1,6 juta hektar (ha) lahan gambut atau 13% dari luas daratan.

Sarawak yang merupakan kawasan gambut terbesar di Malaysia dapat terhindar dari kebakaran karena mempunyai teknologi pemadatan dan tata kelola air yang baik.

Menurutnya, persoalan kebakaran seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, tidak terjadi di Sarawak karena ada kesadaran bersama mengenai pentingnya menerapkan teknologi tata kelola air, mulai dari petani kecil hingga korporasi besar.

Kesadaran mengenai teknologi itu, lanjut Melling, seharusnya dikomunikasikan akademisi kepada para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengambil keputusan industri dan pekerja."Kami melakukan banyak sosialiasi kajian ilmiah tentang cara pengelolaan gambut melalui lokakarya, pertemuan dan konferensi internasional sejak 2007," jelasnya.

Melling juga mengingatkan, rencana Presiden Indonesia Rencana Joko Widodo untuk membangun kanal besar di kawasan lahan gambut tidak efektif karena kegiatan itu tidak memiliki satu unsur penting yakni pemadatan."Tanpa pemadatan, api gambut akan masih terjadi. Pemadatan adalah penting untuk menjaga kebakaran gambut pergi. "

Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sahibam menambahkan, Indonesia perlu merujuk kepada Malaysia dalam pengelolaan gambut. Di Malaysia, khususnya Sarawak sebagian kawasan yang dipakai untuk perkebunan berada di kawasan gambut. "Mereka mampu mengelola kawasan gambut dengan baik karena menerapkan water management." kata Supiandi.

Supiandi juga merekomendasikan kawasan gambut terutama gambut terdegradasi sebaiknya dikelola untuk kegiatan produktif agar tidak semakin rusak. Tata kelola air yang baik mampu mempertahankan kelembaban lahan gambut serta menjaga cadangan air yang ada.

Saat ini, dari 15 juta hektare gambut di Indonesia, sekitar 4 juta terpakai untuk kegiatan produksi, 4 juta lagi terdegradasi, 2 juta masih berupa semak belukar dan sisanya hutan. Untuk kawasan gambut yang masih berupa hutan sebaiknya dibiarkan, namun gambut yang terdegrasi atau semak belukar bisa dikonservasi sebagai lahan pertanian atau hutan produksi asalkan sesuai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri