JAKARTA. Rencana pemerintah menghentikan ekspor tambang mineral mentah mampu mengundang investor untuk membangun pabrik pengolahan atau smelter di Indonesia. Salah satunya adalah Mubadala Development Company yang berencana mendirikan smelter aluminium ingot di Kalimantan Barat senilai US$ 500 juta. Pemerintah merencanakan pelarangan ekspor mineral akan dilakukan mulai tahun 2014. Kebijakan itu sesuai dengan Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Namun sebelum dilarang secara total, Kementerian Perindustrian tengah menyiapkan usulan bea keluar (BK) yang tinggi pada bauksit, tembaga, nikel, bijih besi dan pasir besi. Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan investasi yang dilakukan Mubadala masih dalam tahap penjajakan. "Akhir bulan ini, Mubadala akan datang ke Indonesia untuk membicarakannya lebih jauh," ujar Panggah akhir pekan kemarin. Mubadala ingin melakukan pengembangan bisnisnya dengan membangun smelter pengolahan bauksit menjadi alumina hingga aluminium ingot di Indonesia. Smelter rencananya akan dibangun di Kalimantan Barat dengan kapasitas sekitar 350.000 ton aluminium ingot per tahun. Dalam pembangunan smelter itu, kemungkinan Mubadala akan bekerjasama dengan perusahaan lokal yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Mereka harus mengolah bauksit sekitar 1,5 juta ton. Hasil produksi tersebut, setengahnya akan diekspor ke pabrik mereka di Uni Emirat Arab dan setengahnya lagi akan dijual ke Inalum. Tapi Corporate Secretary Antam, Bimo Budi Satriyo mengaku belum mendengar rencana kerjasama Antam dengan Mubadala. "Mereka belum melakukan pembicaraan dengan Antam," kata Bimo. Bimo belum berani menjelaskan kemungkinan kerjasama dengan Mubadala sebelum ada pembicaraan yang pasti. Di sisi lain, Bimo mengatakan Antam sendiri saat ini sedang membangun pabrik Chemical Grade Alumina di Tayan, Kalimantan Barat. Proyek itu dibangun oleh PT Indonesia Chemical Alumina yang merupakan perusahaan patungan antara Antam dan Showa Denko Jepang. Nilai investasi proyek itu mencapai US$ 450 juta. Proyek itu ditargetkan sudah bisa beroperasi pada tahun 2014 saat kebijakan larangan ekspor tambang mineral mentah diberlakukan. Selain Mubadala dan Antam, pembangunan smelter juga dilakukan oleh perusahaan asal China, Ningxia Hengshun Smelter Group. Mereka akan membangun smelter mengolah biji nikel dan tengah mencari lokasi yang tepat. Perusahaan lainnya adalah Jogja Magasa Iron yang membangun smelter pig iron berpartner dengan perusahaan Australia, Indo Mines Limited.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Larangan ekspor tambang mineral mentah genjot investasi
JAKARTA. Rencana pemerintah menghentikan ekspor tambang mineral mentah mampu mengundang investor untuk membangun pabrik pengolahan atau smelter di Indonesia. Salah satunya adalah Mubadala Development Company yang berencana mendirikan smelter aluminium ingot di Kalimantan Barat senilai US$ 500 juta. Pemerintah merencanakan pelarangan ekspor mineral akan dilakukan mulai tahun 2014. Kebijakan itu sesuai dengan Undang-Undang No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Namun sebelum dilarang secara total, Kementerian Perindustrian tengah menyiapkan usulan bea keluar (BK) yang tinggi pada bauksit, tembaga, nikel, bijih besi dan pasir besi. Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto mengatakan investasi yang dilakukan Mubadala masih dalam tahap penjajakan. "Akhir bulan ini, Mubadala akan datang ke Indonesia untuk membicarakannya lebih jauh," ujar Panggah akhir pekan kemarin. Mubadala ingin melakukan pengembangan bisnisnya dengan membangun smelter pengolahan bauksit menjadi alumina hingga aluminium ingot di Indonesia. Smelter rencananya akan dibangun di Kalimantan Barat dengan kapasitas sekitar 350.000 ton aluminium ingot per tahun. Dalam pembangunan smelter itu, kemungkinan Mubadala akan bekerjasama dengan perusahaan lokal yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Mereka harus mengolah bauksit sekitar 1,5 juta ton. Hasil produksi tersebut, setengahnya akan diekspor ke pabrik mereka di Uni Emirat Arab dan setengahnya lagi akan dijual ke Inalum. Tapi Corporate Secretary Antam, Bimo Budi Satriyo mengaku belum mendengar rencana kerjasama Antam dengan Mubadala. "Mereka belum melakukan pembicaraan dengan Antam," kata Bimo. Bimo belum berani menjelaskan kemungkinan kerjasama dengan Mubadala sebelum ada pembicaraan yang pasti. Di sisi lain, Bimo mengatakan Antam sendiri saat ini sedang membangun pabrik Chemical Grade Alumina di Tayan, Kalimantan Barat. Proyek itu dibangun oleh PT Indonesia Chemical Alumina yang merupakan perusahaan patungan antara Antam dan Showa Denko Jepang. Nilai investasi proyek itu mencapai US$ 450 juta. Proyek itu ditargetkan sudah bisa beroperasi pada tahun 2014 saat kebijakan larangan ekspor tambang mineral mentah diberlakukan. Selain Mubadala dan Antam, pembangunan smelter juga dilakukan oleh perusahaan asal China, Ningxia Hengshun Smelter Group. Mereka akan membangun smelter mengolah biji nikel dan tengah mencari lokasi yang tepat. Perusahaan lainnya adalah Jogja Magasa Iron yang membangun smelter pig iron berpartner dengan perusahaan Australia, Indo Mines Limited.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News