KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara terkait protes larangan iklan rokok dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut tidak banyak yang berubah terkait pengaturan tembakau dalam RPP Kesehatan itu. Hanya saja, memang dalam periklanan rokok ada pengetatan promosi melalui media sosial berbasis digital di RPP Kesehatan karena dianggap bisa berpengaruh pada remaja dan anak-anak.
"Tapi mengenai jam tayang iklan lainya masih mengikuti aturan sebelumnya," kata Nadia kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5). Sebelumnya, protes terkait larangan perikalanan rokok dilayangkan industri periklanan dan kreatif karena dianggap merugikan. Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) M Rafiq mengaku tidak dilibatkan dalam pembuatan aturan ini. Padahal industri periklanan dan kreatif menjadi pemangku kepentingan utama yang terdampak aturan itu. "Kami sudah bersurat kepada pemerintah, sebagai inisiator regulasi, namun tidak mendapatkan respons apa pun hingga saat ini,” bebernya saat ditanya Kontan pada Selasa (28/5).
Baca Juga: Ada Larangan Iklan Rokok di RPP Kesehatan, Gaprindo: Untungkan Peredaran Rokok Ilegal Dengan mempertimbangkan besarnya dampak yang berpotensi muncul pada beleid tersebut, DPI bersama para anggota konsorsium DPI meminta kepada Presiden Jokowi untuk meninjau ulang pasal-pasal pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di RPP Kesehatan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menyebut pelarangan ini berdampak langsung terhadap keberlangsungan industri periklanan dan kreatif di tanah air, khususnya media pertelevisian.
"Dari data yang kami miliki, iklan rokok termasuk dalam 10 besar kontributor pendapatan iklan media di Indonesia dengan nilai mencapai Rp 9,1 triliun dalam setahun," ungkapnya. Lebih lanjut ia menerangkan dari 16 subsektor ekonomi kreatif, setidaknya terdapat enam subsektor yang terkait dengan industri tembakau dari aspek periklanan hingga pembuatan materi kreatif. Adapun secara kolektif, kata Gilang, enam subsektor ini menjadi lapangan pekerjaan bagi 725.000 jiwa di Indonesia dan jika RPP ini disahkan kiranya akan kehilangan 100.000 lapangan kerja. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat