KONTAN.CO.ID - Beberapa waktu lalu, pemerintah resmi melarang penjualan rokok batangan atau ketengan guna menekan kebiasaan merokok. Presiden Joko Widodo, pada tanggal 23 Desember 2022, telah menandatangani Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Larangan tersebut didasari oleh usulan Kementerian Kesehatan yang mengungkap peningkatan perokok pemula di Indonesia selama dekade terakhir.
Baca Juga: Mengenal 5 Simbol Pancasila pada Garuda Pancasila beserta Maknanya Prof Bagong Suyanto, pakar sosiologi ekonomi Universitas Airlangga (Unair) memberikan tanggapan tentang larangan tersebut. Dia menjelaskan bahwa, pelarangan tidak cukup untuk mengerem kebiasaan merokok masyarakat menengah ke bawah. Diperlukan juga upaya untuk mengubah kesadaran. “Ini adalah soal pemahaman mengenai bahaya rokok itu sendiri yang perlu digali dan dipulihkan kembali,” ucapnya, dikutip dari situs Unair.
Perokok akan tetap merokok
Menurut Prof Bagong, larangan tersebut tidak sepenuhnya menjadi solusi yang baik dalam mengurangi jumlah konsumsi rokok. Ia mengungkapkan, perokok yang telah kecanduan akan tetap membeli rokok meskipun tidak dapat lagi membeli secara batangan. “Perokok adiktif akan beli dalam jumlah banyak sehingga penjual rokok tetap akan dapat untung dan tidak akan kapok,” jelasnya. Selain itu, potensi bagi masyarakat untuk beralih menggunakan rokok elektrik dibanding rokok tembakau kebanyakan hanya dimanfaatkan oleh golongan menengah. Akibatnya, rokok tembakau tetap akan marak digunakan.
Baca Juga: Selain Menangis, Ini Ciri-Ciri Bayi sedang Lapar dan Kenyang yang Perlu Diketahui Ibu Perempuan bantu tekan konsumsi rokok
Dalam paparannya, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair itu juga menilai iklan yang mengajak masyarakat untuk tidak merokok tidak akan efektif selama masyarakat tetap menutup mata dari bahaya merokok. “Jadi, yang perlu dilakukan adalah promosi bagaimana menciptakan nilai baru soal bahaya rokok, kejahatan rokok, dan lain-lain,” sarannya.
Selain itu, perempuan dan tokoh lokal juga mengambil peran penting dalam mengurangi jumlah perokok di Indonesia. “Biasanya, suami-suami itu nurut kalau istri yang meminta. The power of emak-emak, bahasa kerennya,” ungkapnya. Prof Bagong juga menyarankan perlunya mengembangkan gerakan perempuan dan anak anti rokok. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News