Larangan Produk Impor di Bawah US$ 100, Mendag: Hanya untuk Cross Border Commerce

Larangan Produk Impor di Bawah US$ 100, Mendag: Hanya untuk Cross Border Commerce


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan larangan penjualan barang impor di bawah US$ 100 atau Rp 1,5 juta hanya berlaku untuk barang yang dikirim secara lintas batas atau cross border. 

Adapun kebijakan ini nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklnan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang saat ini masuh tahap harmonisasi. 

"Iya untuk (cross border) itu saja," jelas Zulkifli saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (1/8). 


Baca Juga: Larangan Impor Barang di bawah US$ 100 Cuma Efektif untuk Cross Border Commerce

Dengan begitu, pedagang yang berdomisili atau berlokasi di luar negeri nantinya tidak lagi bisa menjual barang dengan harga di bawah US$ 100 secara langsung ke marketplace yang menyediakan fasilitas cross border. 

Dihubungi terpisah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim menjelaskan melalui pengaturan tersebut, diharapkan produk-produk impor yang dijual di PPMSE dalam negeri masuk melalui mekanisme importasi umum. 

Sehingga harga jual produk impor tidak berbeda jauh dengan harga produk lokal karena sudah dikenakan berbagai bea sesuai dengan ketentuan impor barang serta sesuai dengan standar dan persyaratan teknis yang berlaku di Indonesia. 

Sebelumnya Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai penerapan harga minimal US$ 100 dolar ini tidak cukup membendung peredaran barang impor yang dijual oleh UMKM lokal. 

"Bisa membendung impor tapi hanya untuk sistem yang cross border. Kalau untuk yang barangnya sudah di Indonesia, kebijakan ini tentu tidak akan berpengaruh," kata Huda. 

Baca Juga: Kemendag: Harmonisasi Aturan Pembatasan Jual Barang Impor Dilakukan Agustus 2023

Untuk itu menurutnya perlu satu sistem insentif dan disinsentif. Misalnya, biaya administrasi lebih tinggi untuk produk impor, voucher, diskon, atau gratis ongkir khusus produk lokal. 

Menurutnya pemerintah harus bekerjasama dengan platform digital e-commerce maupun social commerce seperti Tiktok Shop, Instagram Shop, Facebook Store untuk memisahkan produk lokal dan produk impor. 

"Karena selam ini tidak pernah ada keterangan prodok, yang ada adalah asal penjual sehingga tidak dapat dipastikan produk impor atau bukan," jelas Huda. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi