Lawan Sanksi Pengadilan Kriminal Internasional ke Israel, DPR AS Balas Berikan Sanksi



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON – Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) meloloskan undang-undang yang memberikan sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional atau the International Criminal Court (ICC) pada Kamis (8/1). 

Sanksi kongres AS ini sebagai protes atas surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya terkait kampanye Israel di Gaza.  

Dalam pemungutan suara, sebanyak 243 anggota mendukung "Illegitimate Court Counteraction Act," yang memberikan sanksi terhadap pihak asing yang menyelidiki, menangkap, menahan, atau mengadili warga AS atau sekutu, termasuk Israel, yang bukan anggota ICC. 


Baca Juga: DPR AS Setujui Sanksi untuk ICC atas Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant

Sebanyak 45 anggota Partai Demokrat bergabung dengan 198 Republik mendukung RUU ini, tanpa satu pun Republikan yang menolak.  

"Amerika meloloskan undang-undang ini karena pengadilan Internasional sedang berusaha menangkap perdana menteri sekutu besar kita, Israel," ujar Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR, Brian Mast, dalam pidato sebelum pemungutan suara.  

Menanggapi ini, ICC mengungkapkan keprihatinannya terhadap undang-undang tersebut. ICC menegaskan bahwa langkah ini dapat merampas keadilan bagi korban kejahatan internasional.  

"Pengadilan dengan tegas mengutuk segala tindakan yang dimaksudkan untuk mengancam pengadilan, merusak independensi yudisialnya, serta mencabut jutaan korban kekejaman internasional dari harapan dan keadilan," tulis ICC dalam pernyataannya kepada Reuters.  

Baca Juga: Dokumen Rahasia Intel AS Bocor, Israel Disebut Bakal Balas Dendam Serang Iran

Sanksi perlawanan AS terhadap putusan internasional semacam ini bukan hal baru. Administrasi Donald Trump sebelumnya memberlakukan sanksi pada 2020 untuk merespons penyelidikan ICC atas kejahatan perang tantara AS di Afghanistan, termasuk dugaan penyiksaan oleh warga AS. 

Sanksi tersebut kemudian dicabut oleh Presiden Joe Biden. Namun, pada Mei lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyatakan kesiapan bekerja sama dengan Kongres AS untuk mempertimbangkan kembali penerapan sanksi kepada ICC.  

RUU AS untuk memberikan sanksi kepada ICC ini dapat memperluas target sanksi, mencakup siapa pun yang membantu ICC dalam penyelidikannya. 

Baca Juga: Cara Rusia Lawan Sanksi Barat: Izinkan Pembayaran Kripto di Perdagangan Internasional

"RUU ini sangat luas karena siapa pun yang mendukung pengadilan dalam kasus apa pun dapat terkena sanksi," jelas Milena Sterio, pakar hukum internasional dari Cleveland State University.  

Presiden ICC, Hakim Tomoko Akane, sebelumnya telah memperingatkan bahwa langkah-langkah ini dapat mengancam keberlangsungan pengadilan. 

"Tindakan Parlemen AS ini akan dengan cepat merusak operasi pengadilan dalam semua kasus dan mengancam keberadaannya," tegasnya kepada negara anggota ICC.  

Sementara itu, Senat yang kini dipimpin oleh mayoritas Republik berjanji untuk segera mempertimbangkan undang-undang ini agar dapat ditandatangani oleh Trump usai pelantikannya pada 20 Januari.  

Selanjutnya: Potensi Pengembangan Aset Kripto dan Valas di Bawah OJK dan Bank Indonesia

Menarik Dibaca: Promo JSM Hypermart Periode 10-13 Januari 2025, Anggur Hijau Diskon Rp 17.000

Editor: Syamsul Azhar