Lebih bahaya krisis Eropa atau perlambatan China?



HONG KONG. Apakah ekonomi China bakal jatuh dengan keras, mendarat dengan empuk, atau melambat perlahan-lahan?

Tak banyak tindakan nyata yang dilakukan European Central Bank dan The Fed untuk menjinakkan krisis pekan lalu. Muramnya kondisi ini mendorong investor mencari harapan di tempat lain. Namun alih-alih mendapat secercah harapan, investor justru cemas meihat kondisi mesin ekonomi dunia saat ini, China.

Pertanyaan seputar masa depan perlambatan China menghiasi wawancara-wawancara dalam siaran CNN International pekan ini.


Berikut jawaban dari beberapa investor ulung dunia.

“Brazil dan India yang telah banyak melambat cukup mengganggu, tentu saja sekarang juga muncul debat besar mengenai perlambatan China,” ujar Jim O’Neill, Chairman Asset Management Goldman Sachs. Ia memprediksi perlambatan si raksasa China dan seluruh anggota blok BRIC lebih mengkhawatirkkan ketimbang krisis zona Eropa.

Mark Mobius, investor dan Kepala Templeton Emerging Markets Group tak sepakat.

“Banyak orang bertanya pada saya apakah China akan mengalami jatuh dengan keras atau jatuh dengan empuk? Dan saya jawab mereka tidak jatuh. Mereka akan terus tumbuh dan mereka sedang tumbuh dengan cukup cepat,” tuturnya optimis.

Tetap saja, sinyal-sinyal perlambatan China bertebaran. Stok di pabrik-pabrik menumpuk. Perusahaan mulai dari elektronik, maskapai, dan perlengkapan olah raga telah merilis peringatan penurunan laba.

“Ketika dunia berfokus pada usaha bersama apa yang dilakukan Fed dan ECB untuk mengatasi penularan krisis utang dan menumbuhkan ekonomi, yang terlihat bagi saya adalah resep kebijakan ini mungkin juga harus melibatkan China,” tulis Mike Paulenoff dari MPTrader.com. “Misalnya, bagaimana menghindari hard landing?” imbuhnya.

Jadi, apakah hari-hari mendatang bakal sulit buat China? Apakah ekonominya mendarat dengan mulus? Ataukah akan seperti trampolin – dengan dibantu pemerintah China – seperti yang dilakukan saat krisis finanasial 2008-2009?

Editor: