KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah flu burung yang sedang berlangsung di Amerika Serikat telah menyebabkan kematian jutaan ayam petelur, dengan dampak besar terhadap harga telur yang kini mencapai titik tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Kematian yang terjadi selama tiga bulan terakhir berkontribusi pada lonjakan harga telur, yang memengaruhi pasar secara signifikan.
Penyebab Lonjakan Kasus Flu Burung
Mengutip
iflscience, flu burung sering kali meningkat pada bulan-bulan musim gugur dan dingin, terutama karena pola migrasi unggas air. Selama musim panas, burung-burung ini berkembang biak dan membesarkan anak-anak mereka di Asia Timur Laut, berinteraksi dengan spesies burung lain yang memungkinkan virus ini menyebar dan bermutasi.
Baca Juga:
Ilmuwan Temukan Tanda-tanda Struktur Tersembunyi di Dalam Inti Bumi Ketika musim dingin datang, burung-burung ini bermigrasi, berpotensi bertemu dengan unggas domestik atau menyebarkan penyakit melalui kotoran yang mereka tinggalkan di sepanjang rute migrasi. Selain itu, cuaca dingin memungkinkan virus bertahan lebih lama di lingkungan. Selama musim panas, sinar matahari dan panas membunuh virus yang terpapar di permukaan, tetapi ini jarang terjadi pada musim dingin. Oleh karena itu, penyebaran flu burung semakin cepat selama bulan-bulan yang lebih dingin.
Dampak pada Industri Pertanian AS
Pada musim dingin ini, wabah flu burung telah menjadi bencana yang sangat besar bagi industri pertanian di AS, menurut CBS News. Dalam laporan terbaru dari Departemen Pertanian AS (USDA), lebih dari 20 juta ayam petelur mati akibat flu burung atau karena pemusnahan terpaksa pada kuartal terakhir tahun lalu. Hal ini terjadi meskipun negara ini memiliki salah satu program pengawasan influenza burung terkuat di dunia. Flu burung ini juga mempengaruhi semua sistem produksi utama, termasuk ayam yang dipelihara dalam kandang konvensional, ayam bebas kandang, hingga ayam organik yang bersertifikat.
Baca Juga: Rotasi Bumi Mengalami Perlambatan, Apa Pengaruhnya terhadap Kehidupan Manusia? Meskipun begitu, pemerintah federal AS telah mengalokasikan dana sebesar $1,25 miliar untuk membantu mengompensasi kerugian para petani akibat wabah ini. Harapannya, dukungan ini akan mendorong petani untuk melaporkan infeksi dan memperkuat serta memantau langkah-langkah keamanan biologis mereka.
Perluasan Wabah ke Hewan Lain
Selain ayam, flu burung juga menyebar ke hewan-hewan lainnya. Pada pertengahan Desember 2024, flu burung menyebabkan kematian 20 kucing besar di sebuah tempat perlindungan khusus di Negara Bagian Washington, memperlihatkan bagaimana penyakit ini semakin meluas ke berbagai spesies mamalia. Namun, meskipun ada lonjakan kasus flu burung pada spesies hewan, jumlah kasus yang terkonfirmasi pada manusia tetap rendah. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ada 66 kasus infeksi sejak wabah flu burung H5N1 dimulai pada tahun 2022. Sebagian besar kasus ini terjadi pada pekerja peternakan yang memiliki kontak erat dengan hewan.
Baca Juga: 2024: Tahun Terpanas dalam Sejarah, Peringatan Darurat untuk Masa Depan Potensi Ancaman Terhadap Manusia
Meskipun ancaman flu burung terhadap manusia masih terbatas, CDC tetap mengimbau agar masyarakat tetap waspada, terutama bagi mereka yang bekerja dengan unggas dan hewan lainnya. Baru-baru ini, satu individu di Louisiana dilaporkan meninggal akibat infeksi flu burung, yang menambah keprihatinan akan potensi dampak lebih besar pada manusia jika tidak ada tindakan pencegahan yang cukup.
Editor: Handoyo