KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lebih dari 30.000 pekerja Boeing, atau sekitar 20% dari total karyawan perusahaan, sedang mempersiapkan pemogokan pada hari Jumat setelah menolak kontrak kerja baru. Pemogokan ini merupakan langkah besar pertama dalam 16 tahun terakhir, dan hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa hampir 95% dari pekerja menolak kontrak yang diusulkan dan 96% mendukung pemogokan.
Latar Belakang Pemungutan Suara dan Penolakan Kontrak
Pekerja di Washington dan Oregon memberikan suara menolak perjanjian yang diajukan Boeing dan serikat buruh untuk pekerja mesin dan dirgantara pada hari Minggu lalu.
Dalam pemungutan suara yang merupakan yang pertama dalam lebih dari satu dekade, hasilnya sangat tidak menguntungkan bagi Boeing. Hampir 95% pekerja memilih menolak kontrak tersebut dan 96% memilih untuk memulai pemogokan.
Baca Juga: Air India Mendarat Darurat di Moskow, Seluruh Awak dan Penumpang Selamat Menurut aturan yang ditetapkan oleh Asosiasi Internasional Pekerja Mesin dan Dirgantara, serikat buruh untuk karyawan Boeing, setidaknya dua pertiga dari pekerja yang terdaftar harus memilih mendukung pemogokan atau menolak kontrak agar langkah tersebut bisa dilaksanakan.
Reaksi Serikat Buruh dan Rencana Pemogokan
Serikat buruh menyatakan solidaritas mereka dengan anggota di Pacific Northwest dan California melalui pernyataan yang dirilis pada hari Kamis. "Anggota IAM dari seluruh Amerika Utara berdiri dalam solidaritas dengan anggota kami di Pacific Northwest dan California," kata pernyataan tersebut. "Tujuan kami adalah untuk mendapatkan kontrak yang kuat yang memenuhi kebutuhan anggota kami," tambahnya. Pada hari Kamis, puluhan karyawan berbaris menuju balai serikat buruh di dekat pabrik Boeing 737 Max di Renton, Washington. Mereka meniup peluit, membunyikan drum, dan mengangkat papan yang menyerukan pemogokan.
Dampak Pemogokan terhadap Produksi dan CEO Baru Boeing
Jika pemogokan terjadi, sebagian besar produksi pesawat terbang Boeing di Amerika Serikat akan terhenti, menjadi masalah besar bagi perusahaan yang sudah berjuang dengan isu keselamatan dan reputasi setelah beberapa masalah tahun ini. Ini juga merupakan pukulan berat bagi CEO baru Boeing, Kelly Ortberg, yang baru saja menjabat sekitar enam minggu lalu.
Baca Juga: Garuda Indonesia Siapkan 8.000 Kursi Penerbangan untuk MotoGP Mandalika Sebelum pemungutan suara, Ortberg meminta pekerja untuk menerima kontrak tersebut dan tidak melakukan pemogokan, dengan alasan bahwa pemogokan dapat membahayakan pemulihan perusahaan. Menurut perkiraan dari TD Cowen, pemogokan selama 50 hari dapat mengakibatkan kerugian bagi Boeing sebesar $3 hingga $3,5 miliar. Pemogokan terakhir pada tahun 2008 menutup pabrik selama 52 hari dan mengakibatkan kerugian pendapatan sekitar $100 juta per hari, lapor Reuters.
Isi Kontrak yang Ditolak dan Permintaan Pekerja
Kontrak yang ditolak itu mencakup kenaikan upah umum pekerja sebesar 25% selama masa kontrak empat tahun. Boeing juga akan membangun pesawat komersial berikutnya di daerah Seattle, asalkan program tersebut dimulai dalam waktu empat tahun setelah kontrak. Kontrak buruh yang diajukan ini, yang mencakup kenaikan gaji selama empat tahun, dipromosikan sebagai kemenangan lain untuk perusahaan yang sedang mengalami kesulitan.
Baca Juga: Boeing Serahkan 40 Pesawat pada Agustus 2024, Naik 5 Unit dari Tahun Lalu Namun, Jon Holden, presiden distrik IAM 751 dan negosiator utama kontrak Boeing, mengatakan kepada Reuters bahwa kontrak tersebut tidak memuaskan para pekerja. "Mereka marah," kata Holden.
"Sulit untuk datang dari 10 tahun ketika Anda kehilangan banyak hal yang penting," terangnya. Beberapa anggota serikat buruh telah mendorong kenaikan gaji yang jauh lebih tinggi hingga 40% dan pengembalian rencana pensiun perusahaan, yang dihentikan sepuluh tahun lalu, kata Holden.
Tanggapan Boeing dan Langkah Selanjutnya
Boeing belum memberikan tanggapan segera terhadap permintaan komentar mengenai penolakan kontrak dan potensi pemogokan. Sementara itu, perusahaan akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga produksi dan memitigasi dampak dari potensi pemogokan ini. Dengan CEO baru dan tantangan yang ada, langkah-langkah strategis akan sangat penting untuk menjaga kelangsungan dan stabilitas perusahaan ke depan.
Editor: Handoyo .