Lebih dari sepekan PSBB, jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta malah menanjak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Demi memutus mata rantai penyebaran virus corona (Covid-19), Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah wilayah. DKI Jakarta adalah salah satu wilayah yang pertama kali menerapkan kebijakan PSBB, yakni sejak Jumat 10 April 2020. Bagaimana korelasinya terhadap jumlah kasus corona?

Setelah lebih dari seminggu memberlakukan pembatasan sosial, ternyata kasus Covid-19 di wilayah ibu kota belum mereda. Bahkan data akumulatif memperlihatkan, warga DKI Jakarta yang terinfeksi corona semakin bertambah.

Mengutip data corona.jakarta.go.id, per 10 April 2020, warga DKI yang positif corona sebanyak 1.810 pasien, dengan kasus meninggal 156 pasien dan sembuh 82 orang. Dalam sembilan hari atau per 19 April 2020, jumlah kasus Covid-19 menanjak 68% menjadi 3.033 orang, dengan kasus meninggal 292 pasien (naik 87%) dan sembuh 207 orang (naik 152%).


Meski demikian, tren peningkatan kasus positif corona di DKI masih lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Hingga Minggu (19/4), jumlah akumulasi penduduk yang terinfeksi corona di Indonesia mencapai 6.575 orang, meningkat 87% dibandingkan posisi 10 April sebanyak 3.512 orang. Adapun angka kematian nasional per 19 April mencapai 582 orang (naik 90%) dan pasien sembuh 686 orang (naik 143%).

Baca Juga: Jakarta masih bebas ganjil genap selama PSBB diterapkan

Selama penerapan kebijakan PSBB, Pemprov DKI Jakarta menerapkan sejumlah pembatasan pergerakan orang, seperti kebijakan sekolah dari rumah, bekerja dari rumah (kecuali delapan sektor usaha) dan beribadah di rumah.

Meski demikian, terdapat sejumlah kelemahan dan pelanggaran dalam pelaksanaan PSBB selama sembilan hari terakhir di DKI Jakarta. Misalnya, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mencatat sekitar 200 perusahaan besar masih beroperasi selama PSBB. Padahal perusahaan tersebut masuk dalam kategori perusahaan yang tutup selama PSBB.

Ada pula kebijakan yang tidak sinkron antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Misalnya, Pemprov DKI melarang ojek online mengangkut orang, sementara Kementerian Perhubungan mengizinkannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro