KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kewaspadaan terhadap Covid-19 harus kembali ditingkatkan. Pasalnya, kasus Covid-19 akibat turunan Omicron kembali meningkat di sejumah negara. Apalagi, subvarian Omicron BA.2 lebih sulit dideteksi. Oleh karena itu, Subvarian Omicron BA.2 juga dikenal dengan Omicron siluman. Subvarian Omicron BA.2 sekarang dominan di seluruh dunia dan mendorong lonjakan di banyak negara di Eropa dan Asia, serta meningkatkan kekhawatiran atas potensi gelombang baru di Amerika Serikat. Berikut ringkasan informasi yang diketahui tentang penyebaran subvarian BA.2 sejauh ini.
Subvarian Omicron BA.2 lebih menular Subvarian Omicron BA.2 sekarang mewakili hampir 86 persen dari semua kasus Covid-19 dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana dilansir Reuters pada Selasa (29/3/2022). Ini bahkan lebih menular daripada pendahulunya Omicron yang sangat menular, BA.1 dan BA.1.1. Namun bukti sejauh ini menunjukkan bahwa subvarian BA.2 tidak lebih mungkin menyebabkan penyakit parah. Seperti varian lain dalam turunan Omicron, vaksin kurang efektif melawan subvarian BA.2 dibandingkan dengan varian sebelumnya seperti Alpha atau strain asli virus corona, dan perlindungan menurun seiring waktu. Namun, menurut data UK Health Security Agency, perlindungan dapat dipulihkan dengan suntikan booster, terutama untuk mencegah rawat inap dan kematian.
Baca Juga: 5 Aturan Hidup Berdampingan dengan Covid-19 ala Singapura Update Infeksi Covid-19 global Munculnya subvarian Omicron BA.2 disalahkan atas lonjakan baru-baru ini di China serta rekor infeksi Covid-19 di negara-negara Eropa seperti Jerman dan Inggris. Namun beberapa negara Eropa sekarang melihat peningkatan yang lebih lambat dalam kasus baru, atau bahkan penurunan. Subvarian Omicron BA.2 disebut "varian siluman" karena sedikit lebih sulit untuk dilacak. Gen yang hilang di BA.1 memungkinkannya gagal dilacak melalui tes PCR umum, sehingga hanya dapat ditemukan dengan sekuensing genom. Risiko infeksi ulang akibat subvarian Omicron BA.2 Kekhawatiran utama tentang subvarian BA.2 adalah apakah hal itu dapat menginfeksi kembali orang yang sudah terinfeksi BA.1, terutama karena sejumlah negara tampaknya mengalami "puncak ganda" dalam tingkat infeksi yang sangat berdekatan. Tetapi data dari Inggris dan Denmark menunjukkan bahwa meskipun varian Omicron dapat menginfeksi ulang orang yang memiliki varian lain, seperti varian Delta, sejauh ini hanya sedikit infeksi ulang subvarian BA.2. Para ilmuwan mengatakan penjelasan yang mungkin untuk lonjakan kasus subvarian BA.2 hari ini adalah karena penyebarannya terjadi pada saat banyak negara mencabut intervensi kesehatan masyarakatnya. "Dalam beberapa hal, mungkin saja subvarian BA.2 adalah varian yang beredar ketika semua orang ini berhenti memakai masker," kata Dr Andrew Pekosz, ahli virus di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg di Baltimore.
Pakar AS lainnya seperti Eric Topol, direktur Institut Terjemahan Penelitian Scripps di La Jolla, California, mengatakan "sedikit terlalu dini" untuk menyebut apakah AS atau negara lain juga akan melihat gelombang subvarian Omicron BA.2 yang signifikan. Tetapi apa pun alasan peningkatan subvarian Omicron BA.2, para ilmuwan mengatakan itu adalah pengingat bahwa virus terus menyebabkan kerusakan, terutama di antara populasi yang tidak divaksinasi, kurang divaksinasi lengkap, dan rentan. "Ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar dan akan terus berlanjut," kata Mark Woolhouse, ahli epidemiologi di University of Edinburgh. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "
Subvarian BA.2 Sekarang Dominan Secara Global, Kembali Picu Lonjakan Kasus di Eropa dan Asia", Penulis : Bernadette Aderi Puspaningrum Editor : Bernadette Aderi Puspaningrum
Editor: Adi Wikanto