Lee Kuan Yew: Pendiri Singapura yang Jadi Perdana Menteri Terlama di Dunia



KONTAN.CO.ID - Lee Kuan Yew adalah pendiri Negara Singapura. Dia lahir 16 September 1923 dan meninggal pada 23 Maret 2015 di Singapura. Nama Lee Kuan Yew tidak pernah terpisah dari sejarah Singapura.

Lee Kuan Yew adalah politikus dan pengacara yang pernah menjadi Perdana Menteri Singapura dari tahun 1959 hingga 1990. Selama pemerintahannya, Singapura menjadi negara paling makmur di Asia Tenggara.

Dikutip dari Biography, sejarah Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri terlama dalam sejarah dunia yakni selama 31 tahun. Pada 5 Juni 1959, Lee Kuan Yew naik menjadi Perdana Menteri pertama di Singapura.


Pada tahun 1962, Lee memimpin Singapura melakukan pemisahan wilayah dengan Malaysia. Dia dinilai berhasil mentransformasikan negara kecil menjadi pusat keuangan global seperti sekarang.

Baca Juga: PDB Singapura Kuartal Ketiga Meningkat 4,4%, Melampaui Perkiraan

Dengan pandangannya yang amat pragmatis, Lee Kuan Yew berhasil mengubah Singapura dari sebuah pulau kecil yang tidak memiliki sumber daya alam menjadi sebuah negara keberhasilan ekonomi.

Penggabungan antara kapitalisme negara dan karakter yang diterapkannya menjadikan Singapura sebagai sesuatu yang sering disebut pengamat sebagai 'keajaiban ekonomi'.

Di bawah kepemimpinannya, Singapura menjadi sejahtera, modern, efisien dan bebas korupsi sehingga para investor asing berdatangan. Namun di balik keberhasilan ekonomi itu, banyak yang mengecam catatan hak asasi manusia di negara pulau tersebut.

Lee mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada tahun 1990, dan putranya, Lee Hsien Loong menjadi perdana menteri pada tahun 2004.

Baca Juga: Pertumbuhan Pendapatan Negara RI Tertinggi di Asia Tenggara

Pendidikan Lee Kuan Yew

Dikutip dari Britannica, Lee lahir dari keluarga Tionghoa kaya yang telah tinggal di Singapura sejak abad ke-19. 

Bahasa pertamanya adalah bahasa Inggris, dan hanya setelah memasuki politik dia menguasai bahasa China, juga Melayu dan Tamil.

Setelah Perang Dunia II, Lee belajar hukum di Fitzwilliam College, Cambridge, Inggris.

Baca Juga: Ini Hasil Pemeriksaan Kesehatan Lukas Enembe yang Dilakukan Tim Dokter dari Singapura

Karier politik Lee Kuan Yew

Pada saat itu, Singapura adalah koloni Inggris dan memegang pangkalan angkatan laut utama Inggris di Timur Jauh. 

Negara itu diperintah oleh seorang gubernur dan dewan legislatif, yang sebagian besar terdiri dari pengusaha China kaya yang diangkat daripada dipilih oleh rakyat. 

Pada awal 1950-an, Singapura ramai dengan pembicaraan tentang reformasi konstitusional dan kemerdekaan, dan Lee bersatu dengan orang-orang yang berpikiran sama untuk menantang struktur pemerintahan negara. 

Baca Juga: Singapura Tarik Mie Sedaap, Wings Group Tegaskan Telah Penuhi Standar Keamanan Pangan

Dengan mengambil sikap yang lebih radikal, pada tahun 1954 Lee menjadi sekretaris jenderal partainya sendiri, Partai Aksi Rakyat (PAR) untuk mendorong berdirinya pemerintahan Singapura yang berdaulat sehingga kolonialisme Britania Raya dapat berakhir. 

Lima tahun kemudian, pada 1959, Lee terpilih sebagai Perdana Menteri pertama Singapura, menggantikan mantan Kepala Menteri Singapura, David Saul Marshall. 

Kemudian, Lee kembali terpilih menjadi PM untuk ketujuh kalinya berturut-turut dalam kondisi Singapura yang bercondong kepada demokrasi terbatas (1963, 1968, 1972, 1976, 1980, 1984 dan 1988), hingga pengunduran dirinya pada November 1990. 

Baca Juga: Singapura Kembali Menarik Peredaran 2 Varian Mie Sedaap Karena Kontaminasi Pestisida

Pada kabinet Goh Chok Tong, Lee menjabat sebagai Menteri Senior. Pada Agustus 2004, tatkala Goh mundur dan digantikan oleh anak Lee, Lee Hsien Loong, Goh menjabat sebagai Menteri Senior, dan Lee Kuan Yew menjabat posisi baru, yakni Menteri Mentor.

Dikutip dari Britannica, Lee membawa negaranya ke pemerintahan yang efisien dan kemakmuran yang spektakuler dengan mengorbankan gaya pemerintahan yang agak otoriter yang terkadang melanggar kebebasan sipil. 

Pada 1980-an, Singapura di bawah bimbingan Lee Kuan Yew memiliki pendapatan per kapita kedua di Asia Timur setelah Jepang, dan negara tersebut telah menjadi pusat keuangan utama Asia Tenggara.