JAKARTA. Lelang wilayah kerja panas bumi (wkp) di wilayah Jawa Barat yang dilakukan pemerintah tampaknya sepi peminat. Sebab, beberapa perusahaan membatalkan keikutsertaannya. Seperti, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Geo Dipa Energi yang memutuskan tidak akan ikut dalam lelang wkp tersebut. Seperti diketahui, pada awal Maret 2010, pemerintah melakukan lelang untuk 3 wkp yang potensinya mencapai 150 mw. Ketiga wkp yang sedang ditawarkan pemerintah adalah, pertama wkp panas bumi di Gunung Papandayan (Kabupaten Garut), wkp Gunung Gede-Pangrango (Kabupaten Cianjur), dan wkp Gunung Ciremai (Kabupaten Kuningan). “Untuk sementara kita tidak akan mengikuti tender lelang ketiga wkp tersebut. Pertamina Geothermal sedang fokus kepada pengembangan 15 wkp yang sudah ada,” ujar Direktur Utama PGE, Abadi Poernomo kepada KONTAN, Senin (1/3). Abadi menjelaskan, saat ini, PGE memiliki 15 wkp yang akan dikembangkan. Namun, dari ke-15 wkp tersebut hanya beberapa saja yang berhasil dikembangkan. PGE berhasil melakukan kegiatan eksplorasi terhadap 7 wkp yang mereka punya. Adapun ketujuh WKP tersebut antara lain; WKP Kamojang dengan kemampuan produksi uap sebesar 12.61 juta ton, dan produksi listrik 1.669 GWh. WKP Lahendong produksi uap 2,67 juta ton, dan produksi listrik 365 GWh. WKP Sibayak dengan produksi uap 0,51 juta ton, produksi listrik 54 Gwh. Kemudian, masih ada WKP Salak kapasitas produksi uap 24,54 juta ton, produksi listrik 2.988 GWh WKP Darajat produksi uap 13,98 juta ton dan produksi listrik 2.131 GWh. WKP Wayang Windu produksi uap 12,99 juta ton, dan produksi listrik 1.876 GWh WKP Dieng produksi uap 0,78 juta ton, dan produksi listrik 93 GWh. “Ke-7 wkp itu kita kembangkan mulai dari tahun 2007 hingga 2014. Sehingga diharapkan pada 2014, PGE mampu menyumbang 1342 megawaat (mw),” lanjut Abadi. Untuk mengerjakan ketujuh proyek tersebut, PGE harus merogoh kocek sebesar US$ 2,5 miliar. Hingga tahun lalu, PGE berhasil menghabiskan dana sebesar US$ 200 juta. Untuk tahun ini, Abadi mengatakan akan menganggarkan dana sebesar US$ 220 juta. Untuk mendapatkan dana tersebut, Abadi mengaku sebagian dananya berasal dari pinjaman perusahaan dan beberapa lembaga multilateral seperti JICA dan World Bank. Sayang, Abadi tidak menyebutkan berapa besar pinjaman yang diperoleh oleh PGE. Anak usaha Pertamina dan PLN, PT Geo Dipa Energi mengaku juga tidak akan mengikuti lelang ketiga wkp tersebut. Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Praktimia Semiawan mengatakan bahwa Geo Dipa masih akan fokus kepada proyek-proyek tahun lalu. “Untuk tahun ini kami tidak ikut lelang wkp baru karena kami sedang kosentrasi mempersiapkan lelang proyek pembangunan PLTP Patuha I dengan kapasitas 55 mw di area panas bumi, Patuha (Jawa Barat) milik PT Geo Dipa Energi,” ujar Praktimia. Vice President External Affairs, PT Star Energi, Sanusi Satar mengaku masih belum tau apakah akan ikut dalam lelang wkp tersebut. Menurut Sanusi, ikut tidaknya Star Energi lantaran Star Energi harus melakukan kajian terlebih dahulu terhadap ketiga lelang wkp tersebut. Seperti ada tidaknya cadangan yang tersedia, berapa besar jumlah potensinya dan apakah Star Energi masih memiliki kemampuan untuk mengembangkan wkp tersebut. Maklum, meskipun Star Energi berniat untuk mengembangkan potensi panas bumi hingga 600 mw, tetapi Star Energi tidak ingin bersikap gegabah. “Masih belum tau apakah ikut atau tidak kalau cadangannya bagus ya kita akan ikut. Yang jelas, star energi ikut tender sorik marapi. Butuh waktu dua hingga tiga minggu untuk melakukan kajian,” lanjut Sanusi. Menurut Sanusi, seperti yang sudah-sudah, tender wkp masih sepi peminat. Beberapa faktor diantaranya seperti pemain yang bergerak dalam bidang geothermal masih sedikit. Ia menghitung pemain Geothermal di Indonesia tidak lebih dari 20. Misalnya Chevron, Star Energy, PGE, Geo Dipa, Bakrie Power, Rekayasa Industri dan lain-lain. Selain itu juga, sepinya peminat karena harga patokan tertinggi (hpt) panas bumi masih rendah. “Dengan ditekennya permen HPT panas bumi beberapa waktu lalu tampaknya semakin banyak pemain yang akan masuk. Untuk mengembangkan 1 mw saja membutuhkan dana sekitar US$ 2,5 juta,” imbuh Sanusi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lelang 3 WKP di Jawa Barat Sepi Peminat
JAKARTA. Lelang wilayah kerja panas bumi (wkp) di wilayah Jawa Barat yang dilakukan pemerintah tampaknya sepi peminat. Sebab, beberapa perusahaan membatalkan keikutsertaannya. Seperti, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Geo Dipa Energi yang memutuskan tidak akan ikut dalam lelang wkp tersebut. Seperti diketahui, pada awal Maret 2010, pemerintah melakukan lelang untuk 3 wkp yang potensinya mencapai 150 mw. Ketiga wkp yang sedang ditawarkan pemerintah adalah, pertama wkp panas bumi di Gunung Papandayan (Kabupaten Garut), wkp Gunung Gede-Pangrango (Kabupaten Cianjur), dan wkp Gunung Ciremai (Kabupaten Kuningan). “Untuk sementara kita tidak akan mengikuti tender lelang ketiga wkp tersebut. Pertamina Geothermal sedang fokus kepada pengembangan 15 wkp yang sudah ada,” ujar Direktur Utama PGE, Abadi Poernomo kepada KONTAN, Senin (1/3). Abadi menjelaskan, saat ini, PGE memiliki 15 wkp yang akan dikembangkan. Namun, dari ke-15 wkp tersebut hanya beberapa saja yang berhasil dikembangkan. PGE berhasil melakukan kegiatan eksplorasi terhadap 7 wkp yang mereka punya. Adapun ketujuh WKP tersebut antara lain; WKP Kamojang dengan kemampuan produksi uap sebesar 12.61 juta ton, dan produksi listrik 1.669 GWh. WKP Lahendong produksi uap 2,67 juta ton, dan produksi listrik 365 GWh. WKP Sibayak dengan produksi uap 0,51 juta ton, produksi listrik 54 Gwh. Kemudian, masih ada WKP Salak kapasitas produksi uap 24,54 juta ton, produksi listrik 2.988 GWh WKP Darajat produksi uap 13,98 juta ton dan produksi listrik 2.131 GWh. WKP Wayang Windu produksi uap 12,99 juta ton, dan produksi listrik 1.876 GWh WKP Dieng produksi uap 0,78 juta ton, dan produksi listrik 93 GWh. “Ke-7 wkp itu kita kembangkan mulai dari tahun 2007 hingga 2014. Sehingga diharapkan pada 2014, PGE mampu menyumbang 1342 megawaat (mw),” lanjut Abadi. Untuk mengerjakan ketujuh proyek tersebut, PGE harus merogoh kocek sebesar US$ 2,5 miliar. Hingga tahun lalu, PGE berhasil menghabiskan dana sebesar US$ 200 juta. Untuk tahun ini, Abadi mengatakan akan menganggarkan dana sebesar US$ 220 juta. Untuk mendapatkan dana tersebut, Abadi mengaku sebagian dananya berasal dari pinjaman perusahaan dan beberapa lembaga multilateral seperti JICA dan World Bank. Sayang, Abadi tidak menyebutkan berapa besar pinjaman yang diperoleh oleh PGE. Anak usaha Pertamina dan PLN, PT Geo Dipa Energi mengaku juga tidak akan mengikuti lelang ketiga wkp tersebut. Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Praktimia Semiawan mengatakan bahwa Geo Dipa masih akan fokus kepada proyek-proyek tahun lalu. “Untuk tahun ini kami tidak ikut lelang wkp baru karena kami sedang kosentrasi mempersiapkan lelang proyek pembangunan PLTP Patuha I dengan kapasitas 55 mw di area panas bumi, Patuha (Jawa Barat) milik PT Geo Dipa Energi,” ujar Praktimia. Vice President External Affairs, PT Star Energi, Sanusi Satar mengaku masih belum tau apakah akan ikut dalam lelang wkp tersebut. Menurut Sanusi, ikut tidaknya Star Energi lantaran Star Energi harus melakukan kajian terlebih dahulu terhadap ketiga lelang wkp tersebut. Seperti ada tidaknya cadangan yang tersedia, berapa besar jumlah potensinya dan apakah Star Energi masih memiliki kemampuan untuk mengembangkan wkp tersebut. Maklum, meskipun Star Energi berniat untuk mengembangkan potensi panas bumi hingga 600 mw, tetapi Star Energi tidak ingin bersikap gegabah. “Masih belum tau apakah ikut atau tidak kalau cadangannya bagus ya kita akan ikut. Yang jelas, star energi ikut tender sorik marapi. Butuh waktu dua hingga tiga minggu untuk melakukan kajian,” lanjut Sanusi. Menurut Sanusi, seperti yang sudah-sudah, tender wkp masih sepi peminat. Beberapa faktor diantaranya seperti pemain yang bergerak dalam bidang geothermal masih sedikit. Ia menghitung pemain Geothermal di Indonesia tidak lebih dari 20. Misalnya Chevron, Star Energy, PGE, Geo Dipa, Bakrie Power, Rekayasa Industri dan lain-lain. Selain itu juga, sepinya peminat karena harga patokan tertinggi (hpt) panas bumi masih rendah. “Dengan ditekennya permen HPT panas bumi beberapa waktu lalu tampaknya semakin banyak pemain yang akan masuk. Untuk mengembangkan 1 mw saja membutuhkan dana sekitar US$ 2,5 juta,” imbuh Sanusi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News