KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara masih ramai diikuti investor. Penguatan nilai tukar rupiah menjadi salah satu faktor yang menumbuhkan keyakinan investor pada lelang sukuk kali ini. Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan, Dwi Irianti Hadiningdyah menilai bahwa penawaran masuk (
incoming bids) pada lelang sukuk negara yang diselenggarakan hari ini berjalan sangat baik. Total penawaran masuk terpantau sebesar RP 24,77 triliun atau naik dari lelang sukuk dua pekan lalu yang senilai Rp 23,51 triliun. Dari total
incoming bids, jumlah penawaran yang dimenangkan (
awarded bids) ialah sebesar Rp 9 triliun. Dengan demikian,
bids to cover ratio sebesar 2.75 kali atau lebih tinggi dari lelang sebelumnya sebesar 2.31 kali.
Dwi menyebutkan aktivitas lelang hari ini masih didukung oleh likuiditas domestik yang kuat. Meskipun, terdapat sentimen dari AS yakni rilis beberapa data ekonomi yang menunjukkan kontraksi serta kekhawatiran akan adanya kelemahan di sektor perbankan AS. Hal tersebut membuat investor berekspektasi bahwa kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sudah mendekati terminal
rate-nya.
Baca Juga: Penawaran Lelang Sukuk Capai Rp 24 Triliun, Pemerintah Serap Rp 9 Triliun Selain itu, kondisi fundamental domestik masih kuat yang tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur nasional berhasil menguat kembali ke level 51,9 di bulan Maret 2023. Inflasi bulan Maret 2023 tercatat sebesar 4,97% atau lebih rendah dari ekspektasi pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan pergerakan nilai tukar rupiah yang menguat bila dibandingkan pekan lalu turut membawa angin segar. “Ini meningkatkan keyakinan investor pada lelang sukuk negara,” ujar Dwi saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/4). Dwi mengungkapkan, penawaran masuk pada kali ini didominasi oleh Investor domestik sebesar 77% dari total
incoming bids sebesar Rp 24,77 triliun. Sementara untuk
awarded bids, investor domestik mendominasi 63% dari Rp 9 triliun yang dimenangkan. Investor asing saat ini masih fokus di tenor jangka pendek sampai dengan empat tahun. Dari sisi imbal hasil, permintaan yield pada hari ini lebih baik jika dibandingkan dengan lelang dua minggu sebelumnya. Weighted Average Yield (WAY) incoming secara keseluruhan mengalami penurunan sebesar 1bps sampai 7bps. Sementara itu, WAY awarded juga mengalami penurunan sebesar 1bps sampai 7bps.
Baca Juga: Realisasi Penerbitan SBN Hingga Kuartal I 2023 Mencapai Rp 295,45 Triliun “Pergerakan yield didorong oleh faktor-faktor domestik dari fundamental ekonomi Indonesia yang stabil dan investor asing yang tercatat net buy di pasar sekunder SBN selama seminggu terakhir,” kata Dwi. Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan, beberapa sentimen yang berubah sejak dua minggu terakhir adalah sikap The Fed atas kebijakan tingkat suku bunganya yang sedikit lebih Dovish. Sejak mencuatnya kasus perbankan di Amerika Serikat, The Fed kurang agresif dalam menaikkan tingkat suku bunganya. Semula terminal
rate berada pada level 5.50% - 5.75% menjadi 5.25% - 5.5%. “Hal ini mempengaruhi nilai dolar AS terhadap mata uang dunia,” ucap Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (4/4). Di sisi lain, lanjut Reza, rupiah mengalami penguatan dari level Rp 15.450 per dolar AS menjadi Rp 14.980 per dolar AS. Kurva imbal hasil obligasi pada hampir semua tenor terpantau mengalami penurunan sebesar 5bps – 20bps.
Menurut Reza, investor masih mencari imbal hasil yang lebih menarik untuk tenor jangka pendek pada lelang sukuk. Jumlah permintaan tertinggi yang masuk sebesar Rp 13,25 triliun pada seri PBS036, sementara permintaan yield tertinggi pada level 6.46% untuk seri PBS003. Jika dibandingkan dengan
yield obligasi konvensional 5 tahun masih berada pada level 6.35% dan tenor 3 tahun pada level 6.15%. Pemerintah sendiri memberikan level
yield yang cukup menarik pada tenor 3 tahun dengan rata-rata tertimbang sebesar 6.38% untuk seri PBS036. Yield yang dimenangkan lebih rendah pada lelang kali ini dibandingkan lelang SBSN sebelumnya, dan lebih tinggi dibandingkan
yield obligasi konvensional di pasar sekunder pada hari ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari