JAKARTA. Lelang surat utang negara (SUN) pada Senin (26/5) diperkirakan masih akan sepi permintaan. Analis obligasi BNI Securities, I Made Adi Saputra memprediksi, pemerintah akan memenangkan permintaan yield di kisaran 7,56% hingga 8,62%. Rencananya, pemerintah akan menawarkan lima seri lawas. Pertama, seri SPN 12150305 (reopening) bertenor 10 bulan. Lalu, seri SPN 12150501 (reopening) bertenor satu tahun. Seri FR0069 (reopening) bertenor lima tahun, seri FR0071 (reopening) dengan tenor 15 tahun, serta seri FR0068 (reopening) bertenor 20 tahun. Pemerintah membidik dana senilai Rp 8 triliun dari lelang kali ini.Made menduga, permintaan yang masuk masih akan relatif sepi seperti pada lelang sebelumnya, yaitu berkisar Rp 15 triliun hingga Rp 25 triliun. "Penawaran terbesar kemungkinan masih akan didominasi FR0071 dan FR0069," ujarnya, Kamis (22/5).Perkiraan Made, pemerintah masih akan menyerap sesuai target, bahkan mungkin lebih, asalkan investor meminta imbal hasil yang sesuai target pemerintah.Prediksi dia, pemerintah akan memenangkan permintaan yield yang masuk untuk seri FR0069 pada kisaran 7,56%-7,62%. Lalu, yield yang dimenangkan untuk seri FR0071 berkisar 8,46%-8,53%. Adapun, yield untuk seri FR0068 yang akan diserap berkisar 8,56%-8,62%.Kata Made, sepinya lelang kemungkinan disebabkan banyak hari libur pada pekan depan. Selain itu, pelaku pasar cenderung wait and see alias bersikap hati-hati menunggu rilis sejumlah data ekonomi pada awal Juni. Made memperkirakan, menjelang pemilihan presiden (pilpres), obligasi pemerintah di pasar sekunder masih akan berfluktuasi. Pasalnya, masih ada sejumlah data ekonomi yang bakal dirilis. Dari dalam negeri, seperti data inflasi dan neraca perdagangan. Dari global, pelaku pasar masih menanti agenda Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting pada Juni nanti.Data-data tersebut akan mempengaruhi pergerakan harga SUN di pasar sekunder. Makanya, Made menduga, pasar obligasi masih sulit untuk bergerak stabil. "Sentimen dari dalam dan luar negeri masih cukup bervariasi dalam waktu setahun ke depan," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lelang SUN diprediksi serap yield 7,56%-8,62%
JAKARTA. Lelang surat utang negara (SUN) pada Senin (26/5) diperkirakan masih akan sepi permintaan. Analis obligasi BNI Securities, I Made Adi Saputra memprediksi, pemerintah akan memenangkan permintaan yield di kisaran 7,56% hingga 8,62%. Rencananya, pemerintah akan menawarkan lima seri lawas. Pertama, seri SPN 12150305 (reopening) bertenor 10 bulan. Lalu, seri SPN 12150501 (reopening) bertenor satu tahun. Seri FR0069 (reopening) bertenor lima tahun, seri FR0071 (reopening) dengan tenor 15 tahun, serta seri FR0068 (reopening) bertenor 20 tahun. Pemerintah membidik dana senilai Rp 8 triliun dari lelang kali ini.Made menduga, permintaan yang masuk masih akan relatif sepi seperti pada lelang sebelumnya, yaitu berkisar Rp 15 triliun hingga Rp 25 triliun. "Penawaran terbesar kemungkinan masih akan didominasi FR0071 dan FR0069," ujarnya, Kamis (22/5).Perkiraan Made, pemerintah masih akan menyerap sesuai target, bahkan mungkin lebih, asalkan investor meminta imbal hasil yang sesuai target pemerintah.Prediksi dia, pemerintah akan memenangkan permintaan yield yang masuk untuk seri FR0069 pada kisaran 7,56%-7,62%. Lalu, yield yang dimenangkan untuk seri FR0071 berkisar 8,46%-8,53%. Adapun, yield untuk seri FR0068 yang akan diserap berkisar 8,56%-8,62%.Kata Made, sepinya lelang kemungkinan disebabkan banyak hari libur pada pekan depan. Selain itu, pelaku pasar cenderung wait and see alias bersikap hati-hati menunggu rilis sejumlah data ekonomi pada awal Juni. Made memperkirakan, menjelang pemilihan presiden (pilpres), obligasi pemerintah di pasar sekunder masih akan berfluktuasi. Pasalnya, masih ada sejumlah data ekonomi yang bakal dirilis. Dari dalam negeri, seperti data inflasi dan neraca perdagangan. Dari global, pelaku pasar masih menanti agenda Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting pada Juni nanti.Data-data tersebut akan mempengaruhi pergerakan harga SUN di pasar sekunder. Makanya, Made menduga, pasar obligasi masih sulit untuk bergerak stabil. "Sentimen dari dalam dan luar negeri masih cukup bervariasi dalam waktu setahun ke depan," ungkapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News