Lelang SUN raup penawaran Rp 33,6 triliun



JAKARTA. Pemerintah kembali melaksanakan lelang Surat Utang Negara (SUN) hari ini, Selasa (6/6). Pada lelang SUN kali ini pemerintah mendulang penawaran yang masuk sebesar Rp 33,6 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibanding lelang SUN sebelumnya yang mencapai Rp 43,87 triliun.

Dari lima seri surat utang yang diterbitkan, pemerintah memenangkan Rp 14 triliun saja, sama seperti di lelang dua pekan lalu.

Pertama, seri SPN03170907 mendominasi total dana yang dimenangkan, yakni sebesar 35,71% atau Rp 5 triliun. Seri tersebut jatuh tempo pada 7 September 2017 dengan yield rata-rata yang dimenangkan 4,95%.


Kedua, seri SPN12180607 yang mendapatkan total penawaran tertinggi mencapai Rp 8,475 triliun. Namun, dana yang diserap hanya sebesar Rp 2,55 triliun atau sekitar 18,21% dari keseluruhan nominal yang dimenangkan. Seri ini kadaluwarsa pada 7 Juni 2018 dengan yield rata-rata yang dimenangkan adalah 5,83%.

Ketiga, seri FR0061 menyerap dana sejumlah Rp 2,2 triliun atau setara edngan 15,71% dari total dana yang diserap pemerintah. Seri ini memiliki tanggal jatuh tempo 15 Mei 2022 dengan yield rata-rata yang dimenangkan yakni 6,67%.

Keempat, obligasi seri acuan tenor 10 tahun, FR0059, yang jatuh tempo pada 15 Mei 2027 dengan yield rata-rata yang dimenangkan 6,93%. Porsi seri ini 14,64% dari total dana yang dimenangkan, atau sebesar Rp 2,05 triliun.

Kelima, obligasi seri acuan tenor 15 tahun, FR0074, akan jatuh tempo 15 Agustus 2031 dengan yield rata-rata yang dimenangkan 7,39%. Surat utang ini memenangkan dana sebesar Rp 2,2 triliun atau berkisar 15,71% dari keseluruhan dana yang dimenangkan.

Kepala Divisi Operasional Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Ifan Mohamad Ihsan menuturkan, ramainya minat investor pada tenor pendek merupakan indikator bahwa pasar saat ini tengah menghindari risiko. Investor tampak lebih berhati-hati masuk ke pasar dengan memilih surat utang berjangka pendek.

Menurutnya, investor tengah mencermati sentimen eksternal. Misalnya, ketengangan geopolitik yang suhunya kembali memanas di Timur Tengah. Lalu, bayang-bayang perlambatan ekonomi China. Selain itu, potensi kenaikan Fed Fund Rate di bulan ini. “Belum lagi euforia kenaikan rating dari S&P sepertinya sudah mereda,” imbuh Ifan, Selasa (6/6).

Tak hanya itu, melemahnya ekonomi Amerika Serikat (AS) pasca rilis data ketenagakerjaan dan industri manufaktur yang tidak sesuai konsensus turut membayangi pasar pada lelang kemarin.

Terlepas dari faktor-faktor tersebut, Ifan menilai, fundamental Indonesia cukup terkendali dengan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi pada Mei 2017 sebesar 0,39%. “Masih solid-nya penawaran yang masuk pada lelang kemarin menunjukkan market masih memandang positif pasar Indonesia,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia