Jakarta. Sepanjang Juli ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) terus mengalami depresiasi. Kondisi ini, sedikit banyak, berdampak terhadap postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kita.Sebagai penguasa fiskal, pemerintah menggantungkan sepenuhnya pada kebijakan Bank Indonesia terkait pengelolaan rupiah dan antisipasi terhadap perkembangan yang terjadi di pasar uang. Beberapa pos anggaran dalam APBN menggunakan kurs dollar AS. Paling tidak, ada lima titik anggaran yang mengalami perubahan bila terjadi penguatan atau pelemahan nilai tukar rupiah.Pertama, di pos pendapatan. Pelemahan nilai tukar bisa mengubah setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP), khususnya yang berasal dari sumberdaya alam (SDA). APBN Perubahan 2013 menganggarkan PNBP dari SDA sebesar Rp 201,7 triliun. Angka ini naik 2,3% dari APBN 2013 sebesar Rp 197,2 triliun.Kedua, pada pos pengeluaran juga terjadi perubahan. Pelemahan nilai tukar ini membuat mata anggaran subsidi, khususnya subsidi energi berupa subsidi bahanbakar minyak (BBM) dan listrik, bertambah. Tahun ini, belanja energi pemerintah mencapai Rp 300 triliun. Sekitar dua pertiga bujet ini untuk subsidi BBM dan elpiji. Bila rupiah melemah, tentu besaran subsidi bakal bertambah.Menteri Keuangan Chatib Basri akan mengupayakan pengurangan impor BBM. Ini dimungkinkan lantaran konsekuensi dari kebijakan penyesuaian harga. Aksi ini diharap bisa menekan defisit neraca transaksi berjalan. “Pemerintah sudah menyelesaikan masalah harga BBM dan menekan impor migas,” kata Chatib.Ketiga, penyertaan modal negara (PMN) kepada lembaga keuangan internasional. Tahun ini, pemerintah berencana melakukan PMN untuk delapan lembaga keuangan internasional sebesar Rp 594,7 miliar. Keempat, pembayaran bunga utang luar negeri. Hingga Juni 2013, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan telah membayar bunga utang sebesar Rp 30,75 triliun. Tahun ini pemerintah akan membayar bunga utang Rp 118 triliun.Kelima, pinjaman luar negeri. Sepanjang tahun 2013, jumlah pokok utang yang sudah dibayar kembali mencapai Rp 104,73 triliun. Angka ini baru mencapai 45,2% dari rencana pembayaran utang yang akan dilakukan tahun ini.Ujung dari pembengkakan anggaran akibat pelemahan rupiah ini adalah bertambahnya defisit anggaran. Pada APBN Perubahan 2013, pemerintah mematok defisit anggaran Rp 224,19 triliun atau 2,38% terhadap produk domestik bruto (PDB). Selama semester I/2013, realisasi defisit masih Rp 54,5 triliun.Angka defisit anggaran ini tentu bakal melebar bila rupiah terus melemah. Setiap rupiah terdepresiasi Rp 100 per dollar AS, maka defisit berpotensi bertambah Rp 955,9 miliar Rp 1,24 triliun.Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengakui APBN memiliki sumber penerimaan maupun pengeluaran dalam bentuk dollar AS yang seimbang. Untuk itu, pemerintah berupaya mempertahankan asumsi APBN-P 2013 dengan memperbaiki sejumlah permasalahan domestik, seperti kelancaran arus barang hingga efisiensi dan iklim investasi untuk meraih kembali kepercayaan investor. “Secara umum, depresiasi rupiah tidak mengganggu APBN. Tapi, bisa mempengaruhi neraca berjalan,” kata Mahendra.Dia berharap pembenahan masalah domestik ini tidak hanya memperlancar arus ekspor dan impor untuk menyelamatkan neraca transaksi berjalan semata. Pembenahan ini juga untuk memperbaiki distribusi barang di dalam negeri sehingga konsumsi masyarakat tetap tumbuh.Tertolong penyerapan anggaran rendahPara ekonom pun melihat pelemahan rupiah ini belum membahayakan APBN. Walaupun, hingga semester I-2013, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah mencapai Rp 9.742 per dollar AS alias Rp 100 di atas asumsi APBN.Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengakui penurunan nilai tukar akan membuat bujet negara membengkak. Untuk itu, dia berharap pemerintah mau melakukan penghematan hingga pengurangan anggaran.Yang mengurangi derajat kekhawatiran atas pelemahan rupiah adalah penyerapan anggaran yang tergolong rendah. “Biasanya, pengeluaran pemerintah masih di bawah anggaran yang ditetapkan karena banyak proyek yang tidak terlaksana,” kata David.Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih juga tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi APBN walau tertekan pelemahan nilai tukar. Sama seperti David, Lana melihat belanja modal pemerintah selalu di bawah target. Pemerintah menyatakan, tingkat penyerapan anggaran hingga semester I–2013 baru 18,1%. “Sebenarnya ini yang membuat anggaran kita secara nasional masih bisa aman,” kata Lana.Namun, sejatinya, praktik penyerapan anggaran yang tak sesuai target ini tidak baik. Ujungnya, bisa membuat surat utang yang telanjur dicetak DJPU tidak terpakai tapi negara tetap harus membayar kupon bunganya.Anggota Komisi XI DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Budimanta menilai nilai tukar rupiah yang anjlok menjadi bukti kinerja pemerintah dan Bank Indonesia kurang memuaskan. Dengan kata lain, pemerintah gagal mempertahankan fundamental ekonomi secara makro. Ke depan, dia berharap pemerintah dan Bank Indonesia bekerja lebih keras.Poin yang mengkhawatirkan dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, ungkap Arif, terletak pada utang luar negeri yang memakai mata uang dollar AS. Saat ini, pergerakan nilai tukar rupiah tergolong liar. Ini bisa membahayakan utang luar negeri yang belum memperoleh perlindungan nilai tukar. “Kondisi ini memperparah catatan utang kita,” kata Arif.Namun, dengan kondisi ini, para ekonom dan pemerintah sepakat satu hal: pelemahan rupiah belum memaksa untuk mengubah kembali postur APBN. Nilai tukar rupiah di atas Rp 10.200 per dollar AS baru sebentar. “Kalau bertahan baru lah perlu revisi,” kata David.***Sumber : KONTAN MINGGUAN 44 - XVII, 2013 Laporan UtamaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lemahnya rupiah belum membahayakan anggaran negara
Jakarta. Sepanjang Juli ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US$) terus mengalami depresiasi. Kondisi ini, sedikit banyak, berdampak terhadap postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kita.Sebagai penguasa fiskal, pemerintah menggantungkan sepenuhnya pada kebijakan Bank Indonesia terkait pengelolaan rupiah dan antisipasi terhadap perkembangan yang terjadi di pasar uang. Beberapa pos anggaran dalam APBN menggunakan kurs dollar AS. Paling tidak, ada lima titik anggaran yang mengalami perubahan bila terjadi penguatan atau pelemahan nilai tukar rupiah.Pertama, di pos pendapatan. Pelemahan nilai tukar bisa mengubah setoran pendapatan negara bukan pajak (PNBP), khususnya yang berasal dari sumberdaya alam (SDA). APBN Perubahan 2013 menganggarkan PNBP dari SDA sebesar Rp 201,7 triliun. Angka ini naik 2,3% dari APBN 2013 sebesar Rp 197,2 triliun.Kedua, pada pos pengeluaran juga terjadi perubahan. Pelemahan nilai tukar ini membuat mata anggaran subsidi, khususnya subsidi energi berupa subsidi bahanbakar minyak (BBM) dan listrik, bertambah. Tahun ini, belanja energi pemerintah mencapai Rp 300 triliun. Sekitar dua pertiga bujet ini untuk subsidi BBM dan elpiji. Bila rupiah melemah, tentu besaran subsidi bakal bertambah.Menteri Keuangan Chatib Basri akan mengupayakan pengurangan impor BBM. Ini dimungkinkan lantaran konsekuensi dari kebijakan penyesuaian harga. Aksi ini diharap bisa menekan defisit neraca transaksi berjalan. “Pemerintah sudah menyelesaikan masalah harga BBM dan menekan impor migas,” kata Chatib.Ketiga, penyertaan modal negara (PMN) kepada lembaga keuangan internasional. Tahun ini, pemerintah berencana melakukan PMN untuk delapan lembaga keuangan internasional sebesar Rp 594,7 miliar. Keempat, pembayaran bunga utang luar negeri. Hingga Juni 2013, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan telah membayar bunga utang sebesar Rp 30,75 triliun. Tahun ini pemerintah akan membayar bunga utang Rp 118 triliun.Kelima, pinjaman luar negeri. Sepanjang tahun 2013, jumlah pokok utang yang sudah dibayar kembali mencapai Rp 104,73 triliun. Angka ini baru mencapai 45,2% dari rencana pembayaran utang yang akan dilakukan tahun ini.Ujung dari pembengkakan anggaran akibat pelemahan rupiah ini adalah bertambahnya defisit anggaran. Pada APBN Perubahan 2013, pemerintah mematok defisit anggaran Rp 224,19 triliun atau 2,38% terhadap produk domestik bruto (PDB). Selama semester I/2013, realisasi defisit masih Rp 54,5 triliun.Angka defisit anggaran ini tentu bakal melebar bila rupiah terus melemah. Setiap rupiah terdepresiasi Rp 100 per dollar AS, maka defisit berpotensi bertambah Rp 955,9 miliar Rp 1,24 triliun.Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengakui APBN memiliki sumber penerimaan maupun pengeluaran dalam bentuk dollar AS yang seimbang. Untuk itu, pemerintah berupaya mempertahankan asumsi APBN-P 2013 dengan memperbaiki sejumlah permasalahan domestik, seperti kelancaran arus barang hingga efisiensi dan iklim investasi untuk meraih kembali kepercayaan investor. “Secara umum, depresiasi rupiah tidak mengganggu APBN. Tapi, bisa mempengaruhi neraca berjalan,” kata Mahendra.Dia berharap pembenahan masalah domestik ini tidak hanya memperlancar arus ekspor dan impor untuk menyelamatkan neraca transaksi berjalan semata. Pembenahan ini juga untuk memperbaiki distribusi barang di dalam negeri sehingga konsumsi masyarakat tetap tumbuh.Tertolong penyerapan anggaran rendahPara ekonom pun melihat pelemahan rupiah ini belum membahayakan APBN. Walaupun, hingga semester I-2013, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah mencapai Rp 9.742 per dollar AS alias Rp 100 di atas asumsi APBN.Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengakui penurunan nilai tukar akan membuat bujet negara membengkak. Untuk itu, dia berharap pemerintah mau melakukan penghematan hingga pengurangan anggaran.Yang mengurangi derajat kekhawatiran atas pelemahan rupiah adalah penyerapan anggaran yang tergolong rendah. “Biasanya, pengeluaran pemerintah masih di bawah anggaran yang ditetapkan karena banyak proyek yang tidak terlaksana,” kata David.Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih juga tidak terlalu mengkhawatirkan kondisi APBN walau tertekan pelemahan nilai tukar. Sama seperti David, Lana melihat belanja modal pemerintah selalu di bawah target. Pemerintah menyatakan, tingkat penyerapan anggaran hingga semester I–2013 baru 18,1%. “Sebenarnya ini yang membuat anggaran kita secara nasional masih bisa aman,” kata Lana.Namun, sejatinya, praktik penyerapan anggaran yang tak sesuai target ini tidak baik. Ujungnya, bisa membuat surat utang yang telanjur dicetak DJPU tidak terpakai tapi negara tetap harus membayar kupon bunganya.Anggota Komisi XI DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Arif Budimanta menilai nilai tukar rupiah yang anjlok menjadi bukti kinerja pemerintah dan Bank Indonesia kurang memuaskan. Dengan kata lain, pemerintah gagal mempertahankan fundamental ekonomi secara makro. Ke depan, dia berharap pemerintah dan Bank Indonesia bekerja lebih keras.Poin yang mengkhawatirkan dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, ungkap Arif, terletak pada utang luar negeri yang memakai mata uang dollar AS. Saat ini, pergerakan nilai tukar rupiah tergolong liar. Ini bisa membahayakan utang luar negeri yang belum memperoleh perlindungan nilai tukar. “Kondisi ini memperparah catatan utang kita,” kata Arif.Namun, dengan kondisi ini, para ekonom dan pemerintah sepakat satu hal: pelemahan rupiah belum memaksa untuk mengubah kembali postur APBN. Nilai tukar rupiah di atas Rp 10.200 per dollar AS baru sebentar. “Kalau bertahan baru lah perlu revisi,” kata David.***Sumber : KONTAN MINGGUAN 44 - XVII, 2013 Laporan UtamaCek Berita dan Artikel yang lain di Google News