Lempar tanggung jawab soal penurunan harga gas



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Presiden Joko Widodo masih belum bisa memenuhi janjinya untuk menurunkan harga gas bagi tujuh industri yaitu pupuk, baja, petrokimia, keramik, kaca, sarung tangan karet, dan oleokimia. Padahal, janji tersebut sudah diejawantahkan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016.

Dalam aturan tersebut, Presiden menjanjikan ketujuh industri tersebut bisa mendapatkan harga gas paling mahal US$ 6 per mmbtu. Kenyataannya, baru tiga industri yang bisa mendapatkan penurunan harga gas seperti industri pupuk, petrokimia, dan baja. Itupun tidak semua pelaku industri mendapatkan penurunan harga.

Pemerintah pun tidak bergerak cepat menurunkan harga gas sesuai Perpes 40/2016. Jajaran pemerintah malah saling lempar tanggungjawab.


Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bilang, pemerintah masih terus membahas penurunan harga gas industri. Kementerian Perindustrian telah mengirimkan surat ke Kementerian ESDM agar menurunkan harga gas sebagi pelaju industri terutama industri keramik.

Industri keramik menjadi prioritas karena punya daya saing tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja. "Karena tenaga kerja banyak dan kita punya daya saing tinggi karena seluruh bahan bakunya dari dalam negeri dan juga punya permntaan domestik dan bisa ekspor," jelas Airlangga ketika ditemui di DPR/MPR RI Selasa (10/10).

Dengan adanya rekomendasi dari Kemenperin maka diharapkan Kementerian ESDM bisa segera menurunkan harga gas sesuai rekomendasi Kemenperin. "Yang swasta sudah diajukan juga, tinggal menunggu," katanya.

Airlangga juga bilang Kemenperin juga menunggu regulasi baru dari Kementerian ESDM supaya harga gas bisa benar-benar turun sesuai Perpres 40/2016.

"Masih menunggu perkembangan karena di ESDM akan membuat regulasi terkait dengan hilirisasi karena kebanyakan ini kan, selain di hulu yang dibawa kan terkait distribusi gas di hilir. Nah ini kan ESDM," jelas Airlangga.

Sementara itu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Ego Syahrial malah bilang, Kementerian ESDM masih menunggu surat dari Kementerian Perindustrian. Sampai saat ini, Ego malah menyebut surat rekomendasi dari Kemenperin untuk prioritaskan industri keramik untuk mendapatkan harga gas maksimal US$ 6 per mmbtu belum sampai ke Kementerian ESDM.

"Saya belum lihat. Tapi apapun spirit-nya tadi ada masukan anggota dewan meminta kami buat langkah terobosan. Dua tahun terakhir ini kan pemerintah sangat gencar Perpes 40, Permen-Permen yang dikeluarkan 2016 dan 2017, ini diminta terus untuk melakukan perbaikan tata kelola gas," ungkap Ego.

Kementerian ESDM sendiri baru saja mengeluarkan rilis terkait penurunan harga gas. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebut pemeirntah punya pertimbangan sendiri untuk menurunkan harga gas.

"Penetapan harga gas oleh Menteri ESDM mempertimbangkan sejumlah hal, yaitu keekonomian lapangan, harga gas bumi di dalam negeri dan internasional, kemampuan daya beli konsumen gas bumi dalam negeri dan nilai tambah dari pemanfaatan gas bumi di dalam negeri," jelas Dadan.

Khusus untuk wilayah Medan dan sekitarnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga telah memangkas harga gas bumi hulu, tarif penyaluran gas melalui pipa, serta biaya distribusi gas bumi yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 434/K/12/MEM/2017 yang diteken 13 Februari 2017.

Dalam Permen tersebut, industri di Sumatera Utara, PT Pertamina/afiliasi, dan PT PGN merupakan pembeli dan/atau shipper yang merasakan manfaat perubahan harga gas atas kebijakan tersebut.

Misalnya, untuk gas sebesar 4,7 BBTUD dari PHE NSO yang dijual kepada PT Pertamina (Persero) dengan harga awal US$7,85 per MMBTU, menjadi US$6,95 per MMBTU plus 1 persen ICP. Sedangkan, penurunan biaya distribusi gas bumi dari pipa milik PGN kepada konsumen industri di Sumatera Utara, dari US$1,35 per meter kubik menjadi US$0,9 per meter kubik.

Optimalkan gas domestik

Sejalan dengan kebijakan di atas, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk dalam negeri. Langkah ini ditempuh guna menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya gas bumi sebagai bahan bakar, bahan baku atau keperluan lainnya untuk kebutuhan domestik.

Pemanfaatan gas bumi untuk domestik sejak tahun 2013 lebih besar daripada ekspor. Bahkan, capaian semester I Tahun 2017 menunjukkan alokasi gas domestik sebesar 60,4%. Angka ini melampaui target pertengahan semester. Padahal, hingga akhir tahun 2016, alokasi gas domestik hanya tercatat 59%, 2015 sebesar 55% dan 2014 hanya 53%.

Kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi sendiri mengacu pada Peraturan Menteri ESDM nomor 06 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi serta Harga Gas Bumi. "Tren peningkatan pemanfaatan gas domestik dibanding ekspor terus dilakukan" pungkas Dadan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia