Lender Akan Ajukan Gugatan Baru Terhadap iGrow, Tambah Pihak Tergugat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah gagal bayar fintech peer to peer (P2P) lending PT Igrow Resources Indonesia atau PT LinkAja Modalin Nusantara (iGrow) tampaknya bakal memasuki babak baru. Sebanyak 83 lender iGrow yang menjadi korban gagal bayar berupaya mengajukan gugatan baru yang telah disempurnakan dengan menambahkan pihak tergugat.

Pengacara para lender iGrow, Rifqi Zulham mengatakan gugatan yang akan disempurnakan diperkirakan akan didaftarkan pada akhir Oktober jika sudah rampung dokumen-dokumen terkait.

Dia mengatakan sampai saat ini jumlah lender iGrow yang akan menggugat masih sebanyak 83 orang, tetapi tak menutup kemungkinan akan bertambah.


"Untuk saat ini, tetap 83 orang. Kemungkinan bertambah bisa saja terjadi saat proses sidang berlangsung, tetapi melalui jalur intervensi," ucapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (15/10).

Baca Juga: Lender yang Menggugat Berpotensi Bertambah di Gugatan Baru Terhadap iGrow

Selain menambah lender yang menggugat, Rifqi menerangkan, dalam gugatan yang disempurnakan itu terdapat tambahan pihak tergugat, termasuk para pengurus dan pemegang saham PT Igrow Resources Indonesia.

Menurutnya, dalam menjalankan kegiatan bisnis iGrow sejak didirikan tahun 2015 hingga 2021, tidak memiliki izin dalam KBLI untuk menjalankan kegiatan bisnis peer to peer lending.

"Jadi, izin yang dimiliki mereka hanya sekedar pengurusan izin sebagai penyelenggara pada tahun 2017, maka seharusnya mereka tidak boleh melakukan kegiatan bisnis P2P lending yang menghimpun dana masyarakat, menyimpan, dan menyalurkan kepada borrower," katanya.

Rifqi mengatakan berdasarkan informasi yang tertera di halaman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), izin peer to peer lending iGrow untuk menjalankan kegiatan bisnis P2P agrikultural baru terbit pada tahun 2021. Artinya, kata Rifqi, mereka seharusnya dapat menjalankan kegiatan bisnis P2P lending setelah terbit izin P2P agrikultural setelah tahun 2021.

Oleh karena itu, Rifqi berpendapat sudah terlihat salah satu indikasi itikad tidak baik dan terbilang dari awal sudah direncanakan serta disusun rapi secara sistematis. Dia menyebut para lender dalam hal itu juga merasa tertipu dan dirugikan sebagai konsumen akibat peristiwa yang diderita atau dialami.

"Jadi, para tergugat sangat dimungkinkan untuk dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata untuk bertanggungjawab dan mengganti rugi seluruh kerugian yang dialami para lender atau konsumen sebagai penggugat," ujarnya.

Rifqi mengatakan, hal itu telah dijamin dalam UU Perlindungan Konsumen yang intinya Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kesalahan, kelalaian, atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan oleh direksi, dewan komisaris, pegawai, atau pihak ketiga yang bekerja mewakili kepentingan PUJK.

Selain itu, Rifqi juga mempertanyakan direksi atau komisaris yang banyak merangkap jabatan. Menurutnya, ada maksud dan tujuan tertentu rangkap jabatan itu terjadi. Sebab, mereka yang dapat mengendalikan dan membuat kebijakan.

Rifqi menjelaskan berdasarkan prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability principle) menjelaskan seseorang dianggap bertanggung jawab sampai dirinya bisa membuktikan tidak bersalah. 

Baca Juga: Gugatan Dicabut, Lender iGrow Bakal Tempuh Upaya Hukum Lain dengan Menyeret OJK

Berdasarkan prinsip itu, kata dia, agar mereka terbebas dari tanggung jawab mengganti rugi, maka mereka harus membuktikan secara transparan seluruh data-data dan kegiatan bisnis beserta perizinan para borrower itu nyata atau valid. Setelah itu, baru mereka dimungkinkan terbebas dari tanggungjawab untuk mengganti rugi, tetapi tidak melepaskan tanggung jawabnya untuk tetap melakukan penagihan kepada para borrower.

Sementara itu, kuasa hukum lender iGrow telah mencabut gugatan yang dilayangkan kepada iGrow. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (SIPP PN) Jakarta Selatan, tercantum bahwa pada 12 September 2023 memutuskan status putusan dicabut. Putusan tersebut juga tertulis, mengabulkan permohonan penggugat untuk mencabut perkara Nomor 507/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Sel. 

Adapun sebanyak 40 lender yang melayangkan gugatan pertama kalinya mengalami total kerugian atas kasus gagal bayar sebesar Rp 503,18 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat