Lesunya Ekonomi China dan Suku Bunga Tinggi Masih Tekan Mata Uang Komoditas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah fluktuasi harga komoditas, mata uang komoditi atau commodity currency kembali tertekan. Namun diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed.

Pada Rabu (6/3) per pukul 18.47 WIB, AUD/USD berada di level 0,6524. Sebulan terakhir, angka itu melemah 0,09% dan dalam sepekan juga tertekan 0,43%. NZD/USD juga dalam tren melemah dengan berada di level 0,6101. Dalam sepekan, pairing tersebut melemah 0,08%, tetapi dalam periode satu bulan masih menguat 0,15%.

USD/CAD berada di level 1,3573 atau menguat 0,85% dalam sebulan terakhir. Sehingga dengan kata lain CAD melemah terhadap USD.


Baca Juga: Melihat Daya Tarik Aset Kripto Sebagai Pilihan Diversifikasi Investasi

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, mata uang komoditi sangat sangat sensitif pada keadaan ekonomi China. Terlebih dengan perkembangan terakhir yang belum cukup baik di mata investor.

"Sehingga mata uang tersebut masih akan terus tertekan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).

Analis PT Finex Bisnis Solusi Future Brahmantya Himawan menambahkan, lesunya ekonomi China berakibat pada permintaan dari China dengan mitra dagangnya.

Ekspor Australia dan Selandia Baru akan terdampak sehingga mendisrupsi dolar Australia dan dolar Selandia Baru.

Ekonomi China yang lesu juga berpotensi mengurangi permintaan minyak untuk industrinya, sehingga akan berdampak bagi Kanada yang merupakan penghasil minyak. "Pergerakan mata uang selalu volatile dan bersumber dari data ekonomi pentingnya," tegasnya.

Selain itu, ketidakpastian akan pemangkasan suku bunga the Fed juga menjadi alasan pergerakan pairing USD. Lukman berpendapat, mata uang komoditi tersebut masih akan tertekan hingga kuartal II atau kuartal III 2024.

Baca Juga: Mata Uang Komoditas Melemah di Awal 2024, Simak Prospeknya

Namun diharapkan akan rebound di kuartal III seiring dimulainya siklus pemangkasan suku bunga bank sentral.

"China sendiri juga mematok pertumbuhan 5% tahun ini yang dinilai agak ambisus oleh investor, sehingga kans untuk target tersebut melesat sangat terbuka," katanya.

Kemudian, harga komoditas juga diperkirakan akan mulai pulih di kuartal IV. Sedangkan dari sisi ekspektasi dan prospek suku bunga, inflasi di Selandia Baru paling tinggi, menyusul Australia dan yang paling rendah dari Kanada.

"Dari faktor tersebut, saya mengurutkan mata uang tersbut mulai CAD, NZD dan AUD, dengan target akhir tahun 1.2800, 0.6350 dan 0.7000," sebutnya.

Sementara Bram justru menilai yang paling menarik adalah NZD. Dijelaskan, pairing NZD/USD berpotensi besar yang paling menghasilkan karena Reserve Bank of New Zaeland (RBNZ) dalam laporan Kebijakan moneter bulan Februari menyatakan kondisi terbaiknya hingga saat ini mewakili stabilitas kondisi Ekonomi mereka.

Baca Juga: Rupiah Menguat Hari Ini, Simak Prediksinya untuk Kamis (6/3)

"RBNZ kemungkinan menjadi salah satu dari beberapa bank sentral yang kemungkinan paling terakhir memangkas suku bunga karena kondisi ekonomi masih stabil positif," kata Bram.

Lalu AUD/USD karena melihat penguatan yang terjadi pada emas baru-baru ini dinilai sebagai bukti bahwa safe haven ini menjadi primadona di tengah geopolitik yang memanas.

Hal itu juga didukung Australia yang memiliki tambang emas yang besar dan sektor tambang menjadi salah satu penyokong utama ekonomi sehingga kenaikan emas memicu penguatan AUD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto