Lewat Bandeng, Desa Meunasah Asan di Aceh Timur Berhasil Melawat ke Jepang



KONTAN.CO.ID - PERJALANAN hidup Muhammad Yusuf berubah drastis dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Awal tahun 2000-an lalu ia aktif menenteng senjata masuk dan keluar hutan saat aktif sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun kini, Yusuf sibuk menenteng pakan ikan dan keluar masuk tambak ikan bandeng.

Dulu, tempat tinggal Yusuf di Gampong atau Desa Meunasah Asan, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur itu kerap jadi arena perang antara GAM dan TNI. Lokasinya ada di pesisir pantai Aceh Timur yang berbatasan dengan Selat Malaka, sehingga strategis menyelundupkan senjata dan logistik perang dari luar negeri. Lokasinya bisa ditempuh empat jam dengan kapal dari Provinsi Phuket, Thailand.

Karena lokasi yang strategis inilah, Gampong Meunasah Asan kerap menjadi tempat persembunyian anggota GAM. Apalagi, hampir 50% wilayah desa Meunasah Asan berupa tambak bandeng dan udang, yang saat itu sudah tak terawat karena konflik. Perairan tambak yang dipadati hutan bakau itu seolah-olah menjadi benteng alam bagi anggota GAM.


Bertahun-tahun lamanya Yusuf berjuang bersama GAM dan beberapa kali ikut terlibat pertempuran melawan TNI. Beruntung, tahun 2005 terjadi kesepakatan damai dan perang berakhir. Seluruh senjata pasukan GAM dihancurkan, termasuk senjata Yusuf. Sejak itu, Yusuf merasa lega, tidak lagi dihantui ketakutan dihujani peluru dan masuk hutan ke luar hutan. "Setelah perang dan damai, kami kembali ke masyarakat," kata Yusuf, Rabu (3/5).

Untuk melanjutkan hidup, Yusuf bersama teman-teman seperjuangan bekerja sebagai petani tambak tradisional, profesi yang digeluti sebagian besar masyarakat Desa Meunasah Asan. Selain budidaya bandeng, warga juga budidaya udang dan juga kepiting. Namun rata-rata, budidaya dilakukan secara tradisional, sehingga produktivitas tidak menggembirakan.

Namun sejak terbentuknya kelompok tani Bina Sejahtera Insani beberapa tahun lalu, Yusuf mulai mendalami budidaya bandeng secara intensif yang ditujukan untuk pasar ekspor. "Pendapatan sampingan mengelola jasa angkutan kapal milik kelompok," kata Yusuf.

Dengan budidaya intensif, budidaya ikan tak lagi mengandalkan pakan dari alam sepetrti lumut saja. Mereka belajar menambah nutrisi, menjaga populasi serta mengadakan kincir di tambak guna meningkatkan oksigen di tambak. Usaha itu ternyata berhasil, sehingga kelompok tani berhasil ekspor. Alhasil, panen bandeng kelompok petani mulai kelihatan manfaatnya bagi anggota.

Baktiar, Kepala Desa Meunasah Asan bilang, Desa Meunasah Asan bilang, ekspor tersebut mereka raih dengan beragam keterbatasan. Maklum, desa Meunasah Asan merupakan desa tertinggal di Aceh Timur. Secara geografis, dari 513 desa se-Kabupaten Aceh Timur, Meunasah Asan menjadi desa yang ada paling ujung. Butuh waktu satu jam lebih menjangkau Desa Meunasah Asan dari ibukota kecamatan.

Sebagian besar jalan di sana belum beraspal, terutama jalan di area tambak. Hanya sedikit provider internet yang bisa memberi koneksi normal bagi masyarakat desa. Listrik juga terbatas dan hanya mengalir di permukiman warga. Sementara kelistrikan di tempat penampungan ikan (TPI) dialiri listrik seadanya memakai tiang bambu inisiatif warga.

Padahal, listrik penting bagi warga untuk operasional tambak yang luasnya lebih dari 6.000 hektare (Ha). "Cita-cita saya, desa ini bisa menghasilkan lebih banyak bandeng dan ekspor," kata Baktiar.

Orientasi ekspor

Baktiar yang memiliki latar belakang sebagai pengusaha perikanan, awal mulanya tak kepikiran untuk ekspor bandeng dari desanya. Namun ide untuk ekspor tersebut berkembang saat ia bertemu dengan Teuku Mukhlis, yang saat itu menjadi pendamping kelompok tani Bina Sejahtera Insani. Saat itu, Mukhlis menceritakan pengalamannya ketika berada bekerja di kapal Jepang, dimana bandeng menjadi umpan pancing dari ikan tuna.

Dari obrolan itu, Mukhlis yang bekerja sebagai pendamping kelompok tani dari BSI Maslahat menawarkan untuk menjajal peluang ekspor ikan bandeng untuk umpan pancing tuna ke Jepang dan Korea Selatan. Tawaran itu disambut baik oleh Baktiar, hingga akhirnya mereka dan kelompok tani bertemu dengan Almer Hafiz yang sudah aktif ekspor ikan tuna ke Jepang dan Korea Selatan. "Ada banyak peran dalam usaha membuka pasar ekspor tersebut," terang Baktiar.

Menindaklanjuti rencana itulah, Mukhlis kemudian menginisiasi pembentukan kelompok petani tambak bernama Bina Sejahtera Insani. Pada awalnya, ada 50 warga Meunasah Asan yang tergabung dalam kelompok tersebut, termasuk salah satunya Yusuf sang mantan kombatan GAM. Namun sekarang, kelompok ini memiliki 75 anggota dengan Muzakir bertindak sebagai ketua kelompok.

Dalam perjalanannya, fokus Bina Sejahtera Insani adalah membudidayakan bandeng di area seluas 213 Ha. Sebagian tambak juga digunakan untuk budidaya bandeng untuk kebutuhan pasar konsumsi dengan segmen pasar lokal. Muzakkir menyebutkan, selain pendapatan dari ekspor, mereka juga bisa menyeimbangkan pendapatan dari penjualan bandeng konsumsi lokal dan juga dari usaha perdagangan pakan, pupuk serta jasa angkutan kapal.

Mukhlis yang juga memiliki keahlian sebagai penyuluh perikanan budidaya, lantas mengajarkan petambak untuk mengelola tambak secara intensif. Dengan demikian, hasil produksi tambak bandeng bisa maksimal. Masa tumbuh bandeng bisa dipercepat sehingga panen bisa disegerakan. "Memang tak mudah mengubah kebiasaan petani yang biasa kasih makan bandeng dari lumut saja," kata Mukhlis.

Karena sudah memiliki kelompok tani, Mukhlis bersama Muzakkir mengatur sistem pengelolaan tambak. Anggota saling berbagi peran, mulai dari peran pengelola dan peran pengawasan. Contoh, pengelola di lokasi tambak A akan menjadi pengawas di tambak B, dan begitu sebaliknya. Mereka saling mengawasi tambak.

Adanya mekanisme kontrol sesama anggota itu ternyata efektif meningkatkan produksi tambak bandeng di kelompok tani Bina Sejahtera Insani. "Semua tertata, dari tahap menebar bibit, memberantas hama, memberi pakan, pupuk, dan pelet, mengontrol kondisi air kolam, hingga akhirnya panen sesuai target waktu yang ditetapkan," ujar Muzakkir.

Alhasil dengan modal terbatas dan kondisi infrastruktur yang belum memadai, kelompok Bina Sejahtera Insani berhasil membuat Desa Meunasah Asan mengekspor bandeng ke Korea Selatan dan Jepang tahun 2022 lalu. Bandeng diekspor melalui penghubung PT Yakin Pasifik Tuna yang bermarkas di Banda Aceh.

Sebagian bandeng lain dijual di pasar lokal di Aceh. "Bandeng yang diekspor ukurannya kecil rata-rata 200 gram karena untuk pakan tuna, sedangkan bandeng besar atau 3 kilogram itu dikirim ke pasar lokal untuk konsumsi," kata Muzakkir.

Keberhasilan dari kelompok tani Bina Sejahtera Insani untuk ekspor bandeng tak lepas dari peran berbagai pihak. Selain peran Mukhlis sebagai pendamping kelompok tani dari BSI Maslahat, ada juga peran pengusaha dari PT Yakin Pasifik Tuna yang selama ini sudah ekspor ikan tuna. Tak ketinggalan, dukungan pemerintahan desa yang berusaha memfasilitasi kebutuhan petambak. "Saat ekspor dilakukan, kepala desa ikut membangun tempat penampungan ikan (TPI) dengan memakai dana desa," kata Mukhlis.

Agar proses ekspor bandeng Desa meunasah Asan berkembang, Baktiar berharap ada dukungan infrastruktur jalan dan kelistrikan dari pemerintah daerah atau pusat. Akses jalan penting agar biaya transportasi bandeng dari tambak tidak terlalu mahal saat pengiriman. Begitu juga listrik, yang diperlukan untuk menyalakan kincir di tambak dan mendirikan cold storage. Kincir penting untuk meningkatkan produktivitas tambak.

Di tengah keterbatasan, kelompok tani tambak tak menyerah. Mereka menyalakan kincir dengan menggunakan solar panel. "Bisa dibilang, kami budidaya bandeng ramah lingkungan," kata Muzakkir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri