KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi global tengah menghadapi banyak masalah. Pandemi Covid-19 menyebabkan perlambatan ekonomi dan juga gangguan rantai pasok. Masalah di rantai pasok berlanjut akibat perang Ukraina dan Rusia. Ini membuat harga sejumlah komoditas yang menjadi kebutuhan pokok, baik komoditas pangan maupun energi, melesat. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya inflasi tinggi. Padahal, di saat yang sama, daya beli masyarakat di banyak negara belum pulih. Alhasil, situasi ini menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan. Tantangan ekonomi ini terutama berdampak pada negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Ini membuat banyak negara lantas jatuh ke jurang resesi dan menghadapi krisis utang. “Dunia menghadapi konsekuensi yang tidak diinginkan, yakni perekonomian melemah, serta potensi memburuknya tekanan utang di banyak negara, tidak hanya negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara berpenghasilan menengah dan tinggi," kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, dalam konferensi pers usai pertemuan keempat Finance Ministers and Central Bank Governor Jalur Keuangan Presidensi G20, Kamis (13/10) pekan lalu. Seiring dengan tema Recover Stronger, Recover Together, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mendorong pembahasan yang menjadi legacy issue dalam Presidensi G20 Indonesia 2022, yaitu tentang memperkuat pengelolaan dan transparansi utang negara. Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menuturkan, transparansi dan pengelolaan utang ini menjadi penting seiring tren peningkatan utang global usai pandemi melanda dunia. Eko menyebut, Indonesia perlu mendorong negara-negara maju menghasilkan kesepakatan tentang upaya menghindari krisis utang di masa depan.
Lewat Presidensi G20, Indonesia Dorong Bantuan Pengelolaan Utang Bagi Negara Miskin
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi global tengah menghadapi banyak masalah. Pandemi Covid-19 menyebabkan perlambatan ekonomi dan juga gangguan rantai pasok. Masalah di rantai pasok berlanjut akibat perang Ukraina dan Rusia. Ini membuat harga sejumlah komoditas yang menjadi kebutuhan pokok, baik komoditas pangan maupun energi, melesat. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya inflasi tinggi. Padahal, di saat yang sama, daya beli masyarakat di banyak negara belum pulih. Alhasil, situasi ini menyebabkan meningkatnya kerentanan utang dan menghambat jalan menuju pemulihan. Tantangan ekonomi ini terutama berdampak pada negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Ini membuat banyak negara lantas jatuh ke jurang resesi dan menghadapi krisis utang. “Dunia menghadapi konsekuensi yang tidak diinginkan, yakni perekonomian melemah, serta potensi memburuknya tekanan utang di banyak negara, tidak hanya negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara berpenghasilan menengah dan tinggi," kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, dalam konferensi pers usai pertemuan keempat Finance Ministers and Central Bank Governor Jalur Keuangan Presidensi G20, Kamis (13/10) pekan lalu. Seiring dengan tema Recover Stronger, Recover Together, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mendorong pembahasan yang menjadi legacy issue dalam Presidensi G20 Indonesia 2022, yaitu tentang memperkuat pengelolaan dan transparansi utang negara. Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menuturkan, transparansi dan pengelolaan utang ini menjadi penting seiring tren peningkatan utang global usai pandemi melanda dunia. Eko menyebut, Indonesia perlu mendorong negara-negara maju menghasilkan kesepakatan tentang upaya menghindari krisis utang di masa depan.