Lewat Transformasi Industri 4.0, Kemenperin Dorong Industri Batik Lebih Efisien



KONTAN.CO.ID - Batik menjadi salah satu komoditas industri tekstil dan pakaian jadi yang menjadi identitas warisan dan kekayaan budaya bangsa. Batik juga digadang-gadang memberikan prospek cerah pada perekonomian nasional. Tak heran, setelah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda yang diakui dunia oleh UNESCO, batik tidak hanya menjadi produk industri yang perlu dilestarikan dalam hal tradisi dan budaya, tetapi juga perlu didorong untuk selalu adaptif terhadap kondisi pasar dan perkembangan teknologi, terutama di tengah era revolusi industri 4.0.

Masih dalam rangka Peringatan Hari Batik Nasional, Kementerian Perindustrian menerbitkan buku yang berjudul “Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0”, yang disusun oleh tim penulis dari berbagai latar belakang. Buku ini merupakan salah satu komitmen Kemenperin untuk mendukung dan mengembangkan industri batik.

“Tim penyusun berharap industri batik dapat bersaing di tengah era digital yang semakin kompetitif dengan pengimplementasian teknologi industri 4.0,” ucap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kemenperin, Reni Yanita dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (4/10).


Reni mengungkapkan, batik merupakan industri padat karya yang mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja. Proses produksi batik juga membutuhkan tahapan yang panjang, kompleks dan waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, lanjut Reni, Ditjen IKMA Kemenperin mendorong agar industri batik perlahan dapat bertransformasi dengan digitalisasi secara perlahan dan berkala sehingga tercipta efisiensi produksi.

“Kemenperin mendorong industri batik untuk bisa menerapkan ERP (Enterprises Resources Planning) yang mengintegrasikan proses bisnis perusahaan, baik dari sisi produksi, pemasaran, pembukuan berbasis sistem akuntansi, sumber daya manusia, pembelian, logistik, dan berbagai proses bisnis lainnya,” ucap Reni.

Dalam peluncuran dan diskusi buku Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0 yang diadakan di Mal Kota Kasablanka, Kamis (3/10), Direktur Industri Aneka dan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan Alexandra Arri Cahyani mengungkapkan, kajian dalam buku ini mencakup telaah tentang batik dan proses pembatikan, yaitu terkait sejarah, filosofi, dan rantai pasok industri batik. Selain itu, buku ini berisi penjelasan mengenai rantai pasok batik dari hulu ke hilir. Buku ini juga membedah contoh IKM batik yang berhasil mengimplementasikan proses bisnis ERP dengan baik sehingga bertransformasi menjadi perusahaan yang lebih berdaya saing.

Menurut Alexandra, buku ini diterbitkan sebagai acuan agar pelaku IKM di sentra IKM batik mulai dapat menerapkan ERP. “ERP diterapkan untuk mengintegrasian data agar ekosistem batik lebih efisien dan efektif, dan kami percaya IKM dapat menerapkan digitalisasi ini secara bertahap,” ucap Alexandra.

Alexandra menambahkan, penerapan industri 4.0 di industri batik sangat dibutuhkan agar IKM batik dapat naik kelas. Ia mencontohkan, salah satu IKM batik yang berhasil betransformasi dengan digitalisasi ini adalah CV. Paradise Batik asal Yogyakarta. “Kami menilai bahwa proses produksi Paradise Batik sudah cukup baik sehingga dapat dijadikan percontohan penerapan ERP untuk mencapai aspek produksi yang efisien dan berkualitas,” kata Alexandra.

General Manager CV. Paradise Batik, Muhammad Anwar Karim mengakui bahwa implementasi teknologi industri 4.0 adalah hal baru bagi perusahaannya. Sebab selama ini, masih ada pelaku industri batik yang proses produksinya belum memenuhi aspek ramah terhadap lingkungan dan memiliki proses yang kurang efisien.

“Kami mulai perubahan dengan sadar bahwa industri yang terstandardisasi dan industri yang didukung dengan penerapan industri 4.0 adalah industri masa depan. Jadi kita (pelaku IKM) harus percaya diri, meskipun masih berskala IKM, namun kita bisa mewujudkan industri batik yang lebih baik bersama-sama,” ucap Karim.

Dalam pengimplementasian ERP di Paradise Batik, Karim berkoordinasi dengan startup yang dapat mendukung penerapan model bisnis tersebut. “Kami sampaikan bahwa kami tidak dapat disamakan dengan pelaku industri besar, karena proses pengembangan bisnis kami perlu dilakukan secara lebih berhati-hati dan terukur. Sekarang, dengan penerapan ERP di satu smartphone, kami bisa membaca persediaan kain dan sebagainya,” tegas Karim.

Sementara itu, Dosen Kimia dan Tekstil Politeknik STTT Bandung, Khaerul Umam, yang juga penulis buku mengungkapkan, Kemenperin bersama tim akademisi berupaya untuk mempermudah para pelaku industri batik untuk dapat mengakses kebutuhan produksi dan rantai pasok industri ini, melalui bahasa yang mudah dimengerti. “Kami mencoba menjelaskan proses dan kosakata industri batik dengan bahasa yang umum, bahasa yang tidak terkotakkan bahasa lokal daerah tertentu, agar suatu saat proses bisnis IKM batik lebih efisien dan universal,” ucap Khaerul.

Baca Juga: Gaungkan Transformasi Teknologi, Kemenperin Luncurkan Batik Motif Indonesia 4.0

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
TAG: