Liberalisasi impor kedelai bikin petani jontor



JAKARTA. Petani kedelai harus bersiap-siap menghadapi gempuran kedelai impor. Banjir impor kedelai diprediksi bakal semakin deras seiring terbitnya sejumlah beleid yang meliberalisasikan importasi kedelai.

Beleid teranyar yang menyusul terbit adalah kebijakan pembebasan bea masuk impor kedelai dari sebelumnya 5% menjadi 0%. Aturan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu keluar dalam waktu beberapa hari ini. "Bea masuk 0% akan berlaku setelah PMK ditandatangani Menteri Keuangan," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, kemarin.

Menurut Bayu, rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian (Kemtan) dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) sudah diberikan. Jadi sekarang tinggal menunggu aturan itu terbit. Cuma dia mengaku belum tahu kapan beleid itu terbit. "Tanya Menkeu dong terbitnya kapan," ujarnya.


Sebelumnya Mendag Gita Wirjawan mengatakan, pembebasan be masuk impor kedelai ini hanya berlaku sementera. Ketika harga kedelai dunia turun, bea masuk berlaku lagi. Namun belum jelas pada tingkat berapa harga kedelai yang jadi patokan berlakunya kembali bea masuk itu. 

Yang jelas, selama dua pekan terakhir, harga kedelai dunia menunjukkan tren melemah. Pada penutupan perdagangan di bursa komoditas CBOT (Chicago Board of Trade), harga kedelai berjangka mencatat penurunan harga. Pada Rabu (2/10), harga kedelai berjangka di CBOT untuk kontrak November tercatat di posisi US$ 12,6 per bushel (25,4 kg). Angka itu turun sebesar 9,06% dibandingkan penutupan pada Kamis (12/9) yang sebesar 13,9 per bushel.

Kendati penerapannya fleksibel, beleid pembebasan bea masuk kedelai ini tentu bakal membenani petani kedelai lokal. Di tambah lagi aturan-aturan Kementerian Perdagangan (Kemdag) yang telah sudah lebih dulu terbit. 

Seperti ditulis KONTAN sebelumnya, pertengahan September lalu Kemdag telah menerbitkan tiga beleid terkait kebijakan tata niaga kedelai yang semuanya bertujuan menurunkan harga kedelai dengan memperudah masuknya kedelai impor. 

Ketiga beleid itu antara lain, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 51/2013 tentang pencabutan Permendag 23/2013 tentang program stabilisasi harga kedelai dan aturan pelaksanaanya. Lalu Permendag 52/2013 tentang pengamanan harga kedelai di tingkat petani dan penyaluran kedelai di tingkat pengrajin. Terakhir Permendag No 990/2013 tentang tim teknis kedelai.

Dengan aturan baru itu, tidak ada lagi pengaturan alokasi kuota untuk impor kedelai. Pelaksanaan importasi kedelai saat ini juga dipermudah. Seluruh pihak dapat melakukan importasi hanya dengan berbekal Nomor Pengenal Importir Khusus (NIPK) dari Kemdag. Padahal diaturan sebelumnya, hanya pengusaha pemegang importir terdaftar (IT) yang bisa mendatangkan kedelai impor. 

Di samping itu, importir kedelai juga mendapat kemudahan berupa pembebasan kewajiban pembelian kedelai petani. Dalam Permendag 23/2013, Bulog, koperasi dan pihak swasta yang ikut dalam program stabilisasi harga kedelai wajib membeli kedelai dari petani. Dalam permendag yang baru ini, hanya menugaskan Bulog untuk membeli kedelai petani pada saat harganya jatuh.

Harga beli petani

Memang sedikit ada kabar menggembirakan bagi petani. Bahwa, bulan Oktober ini harga beli petani (HBP) kedelai diperkirakan lebih tinggi dibanding tiga bulan sebelumnya yang Rp 7.000 per kg. "Harga lebih tinggi karena biaya tenaga kerja dan BBM naik," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina, kemarin.

Seperti halnya HBP yang berlaku sebelumnya, Permendag yang mengatur tentang harga beli petani itu bakal berlaku selama tiga bulan mulai Oktober hingga bulan Desember 2013 mendatang.

Ahmad Shaiku, petani kedelai asal Nganjuk Jawa Timur mengatakan, bila pemerintah tidak membendung importasi kedelai tidak menutup kemungkinan petani kedelai beralih ke jenis tanaman lain, seperti jagung.

Untuk saat ini, idealnya harga kedelai yang diterima petani sebesar Rp 10.000 per kilogram (kg). "Padahal dengan patokan harga beli petani (HBP) yang lalu, kedelai petani ada yang dibeli di bawah Rp 7.000 per kg," kata Shaiku, Rabu (2/10).

Shaiku mengaku, tidak mudah bagi petani untuk memasarkan kedelai dengan harga ideal. Soalnya, rantai penjualan kedelai masih panjang, sehingga menyulitkan petani mendapat harga tinggi.  

Agar lebih cepat terjual, petani selama ini menjual kedelainya lewat tengkulak terlebih dahulu. "Kegagalan utama tidak tercapainya swasembada kedelai adalah tidak adanya insentif harga yang ideal kepada petani," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri