JAKARTA. Konflik makin meruncing di Libia setelah pasukan Sekutu campur tangan untuk melawan rezim Kaddaffi. Krisis ini kemungkinan akan menyulut lagi gejolak harga minyak dunia yang sempat agak mereda pekan lalu.Libia adalah negeri penghasil minyak ketiga terbesar di Afrika. Sebelum kisruh politik mulai, Libia dapat menghasilkan minyak sekitar 1,58 juta barel per hari. Namun, Sabtu lalu (19/3), Shokri Ghanem, Pimpinan National Oil Corp. yang merupakan perusahaan minyak negara Libia, mengatakan produksi nasional tinggal 400.000 barel per hari. Penyebabnya, perusahaan minyak asing telah menarik pulang pekerjanya dari Libia. Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, lebih bahaya lagi jika konflik meluas ke Arab Saudi. Jika sampai ke produsen minyak terbesar dunia itu, harga minyak bisa bergejolak. Sejarah akan mencatat satu lagi krisis minyak dunia. "Harga minyak Brent bisa menyentuh US$ 200 per barel. Tapi jika tidak dan konflik Libia bisa selesai, harga Brent akan berkisar US$ 120 per barel," ujarnya. Per Jumat (18/3), harga kontrak minyak Brent untuk pengiriman Mei 2011 mencapai US$ 113,93 per barel. Adapun harga minyak jenis WTI tercatat US$ 101,07 per barel.Gejolak harga minyak dunia ini sudah pasti akan mempengaruhi Indonesia. Dampak langsungnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak non subsidi seperti pertamax. Kurtubi memprediksi, harga pertamax bisa menyentuh Rp 9.000 per liter dalam waktu dekat. "Pelanggan pertamax akan berbondong kembali pindah ke premium," ujarnya.Sekarang pun hal ini sudah terjadi. Menteri Keuangan Agus Martowardojo malah telah menghitung, penundaan pembatasan BBM bersubsidi akan menambah kuota konsumsi BBM bersubsidi, yang tadinya 38,6 juta kiloliter jadi 41 juta-42 juta kiloliter. ”Ini akan mendongkrak subsidi Rp 3 triliun- Rp 6 triliun," ujarnya.Tapi menurut ekonom Econit Hendri Saparini, kenaikan harga minyak membawa berkah berupa naiknya penerimaan dari komoditas. "Pemerintah harus memberi skenario penerimaan untuk menambal defisit tanpa menargetkan dari neraca migas," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Libia memanas, harga minyak terancam
JAKARTA. Konflik makin meruncing di Libia setelah pasukan Sekutu campur tangan untuk melawan rezim Kaddaffi. Krisis ini kemungkinan akan menyulut lagi gejolak harga minyak dunia yang sempat agak mereda pekan lalu.Libia adalah negeri penghasil minyak ketiga terbesar di Afrika. Sebelum kisruh politik mulai, Libia dapat menghasilkan minyak sekitar 1,58 juta barel per hari. Namun, Sabtu lalu (19/3), Shokri Ghanem, Pimpinan National Oil Corp. yang merupakan perusahaan minyak negara Libia, mengatakan produksi nasional tinggal 400.000 barel per hari. Penyebabnya, perusahaan minyak asing telah menarik pulang pekerjanya dari Libia. Pengamat perminyakan Kurtubi mengatakan, lebih bahaya lagi jika konflik meluas ke Arab Saudi. Jika sampai ke produsen minyak terbesar dunia itu, harga minyak bisa bergejolak. Sejarah akan mencatat satu lagi krisis minyak dunia. "Harga minyak Brent bisa menyentuh US$ 200 per barel. Tapi jika tidak dan konflik Libia bisa selesai, harga Brent akan berkisar US$ 120 per barel," ujarnya. Per Jumat (18/3), harga kontrak minyak Brent untuk pengiriman Mei 2011 mencapai US$ 113,93 per barel. Adapun harga minyak jenis WTI tercatat US$ 101,07 per barel.Gejolak harga minyak dunia ini sudah pasti akan mempengaruhi Indonesia. Dampak langsungnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak non subsidi seperti pertamax. Kurtubi memprediksi, harga pertamax bisa menyentuh Rp 9.000 per liter dalam waktu dekat. "Pelanggan pertamax akan berbondong kembali pindah ke premium," ujarnya.Sekarang pun hal ini sudah terjadi. Menteri Keuangan Agus Martowardojo malah telah menghitung, penundaan pembatasan BBM bersubsidi akan menambah kuota konsumsi BBM bersubsidi, yang tadinya 38,6 juta kiloliter jadi 41 juta-42 juta kiloliter. ”Ini akan mendongkrak subsidi Rp 3 triliun- Rp 6 triliun," ujarnya.Tapi menurut ekonom Econit Hendri Saparini, kenaikan harga minyak membawa berkah berupa naiknya penerimaan dari komoditas. "Pemerintah harus memberi skenario penerimaan untuk menambal defisit tanpa menargetkan dari neraca migas," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News