KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperkirakan 107,63 juta pergerakan orang akan terjadi pada libur Natal dan Tahun Baru (nataru). Tujuan libur Nataru diperkirakan lebih banyak diisi dengan tujuan wisata. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto meminta pemerintah untuk tidak lagi melakukan pelarangan logistik saat momen libur panjang seperti halnya Nataru dan Lebaran. Menurutnya, pelarangan angkutan logistik saat momen-momen libur panjang itu jelas akan membuat barang-barang yang dibutuhkan masyarakat menjadi naik karena kurangnya pasokan.
“Harga barang-barang nanti bisa bergejolak. Selain itu, masyarakat juga akan merasakan kelangkaan barang apabila angkutan logistik tidak sampai tepat waktu,” ujar Mahendra dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/11).
Baca Juga: 107 Juta WNI Akan Liburan Natal, Cek Tanggal Merah & Cuti Bersama Desember 2023 Mahendra menyebut, pelarangan angkutan logistik juga akan membebani pengusaha. Karena, pengusaha harus memproduksi lebih banyak barang untuk disalurkan lebih cepat guna menjaga pasokan daerah. Tambahan produksi ini tentu akan menghabiskan biaya, mulai dari kenaikan harga bahan baku, operasional produksi, upah lembur hingga kenaikan ongkos truk. Menurut Mahendra, ada cara lain yang bisa dilakukan pemerintah selain melakukan larangan terhadap angkutan logistik untuk mencegah terjadinya kemacetan di jalan. Caranya, yaitu dengan melakukan rekayasa lalu lintas. Mahendra menilai cara ini akan lebih efektif diterapkan sekaligus menjaga pasokan barang dibanding pelarangan angkutan logistik. “Jadi, nggak perlu larangan pada H-3 atau H-1 itu, karena larangan itu malah akan sangat kontra produktif,” ucap Mahendra. Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi juga tidak setuju dengan adanya pelarangan terhadap angkutan logistik pada momen Nataru nanti. Menurutnya, ada efek domino yang dihasilkan apabila aturan yang dibuat pemerintah nantinya tidak juga berpihak pada industri. Dia mencontohkan, apabila kendaraan logistik sektor ekspor dan impor dilarang melintas maka industri manufaktur atau apapun yang menerima pasokan bahan baku akan terhenti. Pabrik tidak akan bisa melakukan aktivitas karena angkutan logistik yang membawa bahan baku produksi kesulitan atau bahkan tidak bisa melintas.
Kalau sudah begitu, lanjutnya, kerugian yang dirasakan tidak hanya pada sektor ekspor-impor tapi menjalar ke industri lainnya. “Jadi, kerugiannya panjang, sementara karyawan tetap harus dibayar. Nanti ada kontrak-kontrak supplier dengan distributor tidak bisa dipenuhi. Jadi, efeknya bukan hanya di industri saja tapi ke para supplier dan distributor yang memang betul ada kerjasama dengan industri itu,” ungkap Subandi.
Baca Juga: Pemudik Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 Membludak, Tembus 107,6 Juta Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat