Likuiditas akhir tahun cukup untuk belanja negara



JAKARTA. Pemerintah meyakini, pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, tidak akan mengganggu likuiditas di pasar keuangan. Seperti diketahui, untuk tahun ini, pemerintah memperkirakan defisit APBN-P 2016 bisa mencapai 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua lembaga itu sudah mengetahui kondisi cashflow pemerintah sepanjang November-Desember 2016. Termasuk dengan jadwal penerbitan surat utang, sebagai bagian dari aktivitas pembiayaan.

Tetapi di sisi lain, kebutuhan likiditas untuk kegiatan non-pemerintahan juga akan meningkat menjelang akhir tahun. Misalnya, dunia usaha membutuhkan ketersediaan dana untuk kegitan operasional, atau konsumsi akhir tahun. "Pemerintah, BI dan OJK akan menjaga, sehingga kebutuhan itu tidak menjadi alasan untuk ketidakpastian," katanya.


Dalam hitung-hitungan pemerintah, sepanjang triwulan IV nanti, pemerintah akan mendorong realisasi belanja hingga Rp 600,6 triliun dan penerimaan negara yang akan terhimpun Rp 486,1 triliun. Jumlah itu sudah memperhitungkan pemangkasan anggaran yang dilakukan terhadap anggaran transfer daerah dan belanja Kementerian/Lembaga (K/L).

Untuk mengamankan kebutuhan anggaran, Sri Mulyani juga akan selektif dalam menentukan realokasi belanja, hasil penghematan pengadaan yang dilakukan K/L. Sebab, selama ini ada K/L yang hasil lelangnya di bawah anggaran. Nah kelebihannya itu bisa digunakan untuk belanja lainnya.

Dengan perhitungan itu, ada sisa pembiayaan yang harus dilakukan sekitar Rp 214,5 triliun. Jumlah itu rencananya akan dialokasikan untuk menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik dan luar negeri.

Sementara itu, Mentrei Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasutian mengatakan, saat ini kondisi ekonomi sedang tidak normal, ketidakpastian meningkat dampak hasil Pemilihan Umum di Amerika Serikat (AS). Sehingga, nilai tukrar rupiah mengalami pelemahan. Hal ini membuktikan ada arus uang yang keluar alias capital outflow.

Diperkirakan capital outflow masih akan terjadi, bahkan lebih tinggi. Hal ini diperkirakan akan berpengaruh terhadap kondisi likuiditas. Karena itu, Bank Indonesia harus melakukan operasi moneter untuk menjaga keseimbangan likuiditas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini