Likuiditas bank BUKU III masih bakal jadi yang paling ketat tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Risiko pengetatan likuiditas perbankan masih terbuka di tahun ini. Sebabnya, sampai dengan akhir tahun lalu pertumbuhan kredit masih jauh melampaui pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).

Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukan per November 2018 lalu kredit perbankan sudah naik 12,1% secara year on year (yoy). Sementara kredit baru tumbuh sebesar 7,2% yoy pada periode yang sama. 

Alhasil, rasio loan to deposit ratio (LDR) perbankan kian mengetat hingga bergerak ke level 92,6% per November 2018.


Praktis, rasio tersebut sudah berada di atas batas aman yang diterapkan regulator alias prudential limit sebesar 92%. Pun, kondisi ini memang sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir di tahun 2018.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan memperkirakan tahun ini likuiditas masih akan mengetat. Sebabnya, hitung-hitungan LPS memproyeksikan kredit masih akan tumbuh sebesar 12,4% tahun ini. Sedangkan DPK diperkirakan akan tumbuh 9% saja di tahun 2019.

Sementara itu, berdasarkan kelompok usaha (BUKU), LPS menyebut bank BUKU III masih akan mengalami pengetatan likuiditas paling parah dari BUKU I, II dan IV tahun ini. "BUKU III masih mengalami masalah likuiditas, LDRnya terbilang paling tinggi diantara semua kelompok bank," ujarnya.

Memang bila ditelisik, LDR bank BUKU III pada periode November 2018 sudah beranjak ke level 101,6%. Jauh lebih tinggi dibandingkan periode tahun sebelumnya 95,6%. Penyebabnya, kredit BUKU III per November 2018 lalu naik 10,4% padahal DPK baru tumbuh 3,9%.

Alhasil, Fauzi menyebut isu utama yang bakal menghadang BUKU III di tahun ini masih sama yaitu perebutan dana untuk menjaga likuiditas.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Resiko, Strategi dan Kepatuhan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Mahelan Prabantarikso mengakui kalau tren likuiditas kian mengetat.

Sampai akhir tahun lalu pun, bank BUKU III terbesar di Indonesia ini masih mencatatkan LDR di level 100% ke atas. Hanya saja, Mahelan mengatakan tingginya LDR perseroan lebih disebabkan portofolio kredit BTN yang 90% memiliki tenor jangka panjang alias kredit perumahan rakyat (KPR).

Alih-alih untuk memitigasi risiko likuiditas, tahun ini BTN juga bakal menggalang pendanaan dari pasar alias wholesale. "Kami targetkan wholesale funding (pendanaan) di posisi kurang lebih 10% dari total funding di tahun ini," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/1).

Mahelan juga menyebut, posisi Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebenarnya masih sesuai ketentuan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu di atas 95%. Demikian pula, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) BTN relatif terjaga di atas 50%.

Meski begitu, bank bersandi bursa BBTN ini tetap akan lebih agresif menggalang DPK tahun ini. Setidaknya, BTN berharap DPK mampu tumbuh di kisaran 15%-16% atau sesuai dengan pertumbuhan kredit.

Berbanding terbalik dengan BTN, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) malah memiliki likuiditas yang cukup longgar. Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha bilang per Desember 2018 lalu posisi LDR perseroan ada di bawah 70%.

Hal ini dikarenakan, sudah kembali masuknya dana-dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang sempat ditarik. Selain itu, pertumbuhan DPK Bank Jatim tahun lalu sangat tinggi mencapai 27% yoy.

Namun di tahun 2019, Bank Jatim bakal lebih gencar mendorong kredit agar LDR bisa bergerak naik menyentuh 80%. "Kami akan tetap jaga dana, termasuk strategi menggalang dana. Akan ada produk tabungan format harian untuk menarik kontraktor dan dana cair dari Pemda," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi