KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas perbankan yang semakin ketat membuat persaingan bunga di pasar semakin sengit. Bagi bank dengan biaya dana atau
cost of fund rendah serta infrastruktur besar tentu daya saingnya menjadi lebih kuat. Namun, tak sedikit pula bank kecil yang gigit jari lantaran kalah saing dengan bank menengah dan besar. Alhasil, sejumlah bankir pun mendukung regulator perbankan untuk melakukan
capping bunga deposito agar persaingan menjadi stabil. Direktur Utama PT Bank Dinar Indonesia Tbk Hendra Lie mengatakan, dalam praktiknya saat ini perkembangan bunga deposito di pasar lebih didominasi oleh kategori bank yang masuk kategoi BUKU III.
Ia mengungkapkan, saat ini BUKU III memasang bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan BUKU I dan BUKU II. "Menurut saya saat ini perlu ada
capping, karena BUKU III punya fasilitas yang lebih baik, produk yang lebih beragam, dan teknologi yang lebih canggih," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (2/12). Praktis, ini membuat bank kecil seperti Bank Dinar kewalahan menjaring nasabah deposito di pasar apalagi dalam kondisi likuditas ketat. Tambah lagi, kredit di BUKU I yang masih melambat, dan membuat tingkat
loan to deposit ratio (LDR) semakin rendah yang berujung pada peningkatan biaya dana. "Terakhir
lending (kredit) di BUKU I masih melambat, jadi umumnya LDR masih rendah, kalau bunga semakin ketat. Ini akan membuat biaya dana (
cost of fund/cof) meningkat," sambungnya. Melihat kondisi kredit BUKU I yang masih pelan secara industri ini, Bank Dinar menilai seharusnya, regulator perbankan memberikan batasan bunga agar persaingan menjadi lebih sehat. Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij juga setuju dengan
capping bunga deposito. Menurutnya, hal ini sangat diperlukan untuk menjaga agar biaya dana bank tidak naik terlalu tinggi di era suku bunga yang terus naik. "Di samping itu,
capping juga untuk menjaga persaingan secara
fairness antara bank kecil, menengah dan besar," katanya. Walau tak eksplit menjelaskan, Irfanto menyebut, dalam praktiknya ada banyak bank besar yang cukup agresif mengerek suku bunga deposito. Hal ini tentu berdampak pada harga pasar yang terganggu. Menurutnya, dengan
capping, bank kecil memiliki ruang lebih baik untuk menyerap dana masyarakat. "Di sisi lain, suku bunga pinjaman (bank kecil) juga bersaing dengan BUKU III dan IV yang tentu bisa memberikan suku bunga sangat rendah," tuturnya. Direktur Keuangan Bank Jateng Agus Pramudya juga ingin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan
capping atau batasan bunga deposito di pasar untuk mencegah perang bunga. Ia menjelaskan, perang bunga dana yang terjadi saat ini membuat likuiditas di pasar perbankan menjadi tidak merata. Bunga kredit pun ikut meningkat di sejumlah bank untuk menutupi kenaikan bunga deposito. Memang sejauh ini perang dana masih dalam batas wajar lantaran setiap akhir tahun bank memang sibuk menggalang dana nasabah untuk amunisi ekspansi.
Untuk mengantisipasi likuiditas yang mengatat, Bank Jateng per 26 November 2018 lalu menerbitkan negotiable cerfiticate of deposit (NCD) senilai Rp 1 triliun untuk ancang-ancang pengetatan likuiditas akhir tahun dan tahun depan. Setali tiga uang, Direktur Keuangan Bank Syariah Mandiri (BSM) Ade Cahyo Nugroho juga sepakat bila OJK menerapkan capping bunga deposito. Paling tidak ini bisa membuat bank kecil lebih terbantu. Sebab, bank kecil memang daya saingnya terbilang lebih lemah sementara biaya dananya cukup mahal. Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai kondisi likuiditas di perbankan masih terbilang stabil. Sejauh ini, OJK belum berencana mengubah aturan
capping deposito yang ada saat ini. "Selama ini kami tidak berpikir ada perubahan
capping," kata Wimboh. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat